Minggu, 12 Desember 2010

undangan : Azkaahmad

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bismillahirrahmanirrahim.

Dengan asma Allah, segala syukur kami panjatkan bagi Sang Maha Pengasih atas genggaman-Nya yang tiada pernah melonggar sekejap pun. Hanya Ia yang mampu menegakkan tubuh, memantapkan langkah, dan menyinari jalan yang kita tempuh. Shalawat kerinduan semoga senantiasa tercurah kepada Kekasih Allah, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam yang kemuliaannya menggema sepanjang masa.

Dengan mengharap ridha Allah, kami bermaksud menyelenggarakan akad nikah dan walimatu ‘ursy antara Azka Madihah (MAN IPB 43) dan Ahmad Dawamul Muthi (TIN IPB 43) pada hari Ahad, 26 Desember 2010, di Depok, Jawa Barat.

Sungguh merupakan kebahagiaan bagi kami apabila para sahabat berkenan mendoakan agar Allah memberikan keberkahan kepada kami dan melimpahkan keberkahan atas kami, serta selalu menyatukan kami berdua di dalam kebaikan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh sahabat atas kebaikan yang kami terima selama ini. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan yang pernah kami lakukan selama ini. Semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan kasih sayang-Nya setiap hari, tak habis-habisnya, hingga kelak kita berjumpa lagi di Jannah-Nya.

Hormat kami,

Azka dan Ahmad

http://www.ewedding.com/sites/azkaahmad

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Pesan itu baru saja ku baca di laman grup TIN43. (sebelumnya tanpa membaca isi tulisan diatasnya, langsung saja aku membuka link  tsb) kemudian sebuah tampilan laman sederhana yang masih berada dalam opsi loading. kemudian terbuka satu laman lanjutan. 
OurWedding di sisi atas kanan. tepat dibawahnya tertulis dengan jelas : Azka Madihah dan Ahmad Dawamul Muthi.


inilah kisah mereka :



Sepenggal Kisah

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Perkenankanlah kami mengawali laman-laman ini dengan sebuah kisah yang hadir atas pengalaman nyata dari kedua calon mempelai. Kisah sederhana. Namun, kami harap mampu memberi sekilas gambaran tentang perjalanan kami.
...
Perempuan itu berusaha keras menjaga keran hatinya. Agar degup dan detaknya tidak teralirkan kepada seseorang yang tidak berhak mereguknya. Ditutupnya erat-erat. Hanya diusahakan olehnya untuk terus memperbaiki diri. Membeningkan sumber airnya. Menjernihkan.
Hingga suatu saat, tanpa ia sadari, telah tercipta sebuah telaga mini di bawah dunianya. Menggenang. Ternyata sekuat apa pun ia mencoba menutupnya, ada tetes-tetes air yang masih menyelinap. Perlahan, satu demi satu. Hampir tanpa suara.
Perempuan itu telah jatuh cinta. Diam-diam. Merindu, dalam redam.
...
Satu hal yang kusadari, bahwa mencinta adalah kesanggupan, lebih tepatnya kesediaan untuk menikmati waktu berlama-lama dengan yang dicintainya. Bagi sang pencinta, relativitas waktu berlaku. Ketika bersama kekasihnya, aliran waktu berkhianat, dua jam serasa dua menit. Namun sehari tak jumpa, bagaikan satu dasawarsa.
Lalu dari sanalah aku keheranan, bahkan hingga tak kuasa menahan air mata. Jika memang demikian, bila benar adanya anggapanku tersebut, mengapa dua puluh menit lima kali sehari menjadi demikian lama bagi para hamba yang mengaku mencinta Tuhannya? Lihat saja di masjid, mushola, di tengah gesa kehidupan manusia, betapa terburunya! Betapa diburunya mereka oleh kehidupan ini!
Empat rakaat menjadi sedemikian singkat, selain karena hanya hapal beberapa surat pendek, ada materi ujian ataupun slide presentasi untuk klien yang belum dihapalnya untuk dua jam ke depan. Jangankan untuk menambahnya kembali dengan dua takbir lagi, untuk empat sujud lagi, dzikir pun tak sempat! Diselipkannya sepatah istighfar dan doa bagi ujian yang sesaat lagi akan ia hadapi. Itu saja. Lantas disampirkan begitu saja mukena bertepian jamur hitam di lemari penuh debu -di mushola-mushola lantai dasar berlatar gemuruh mesin.
"Kau tempatkan Tuhanmu, di sisa-sisa harimu. Gesa. Buru.
Di sudut ruanganmu. Kusam. Debu.
Tetapi kau memaksa-Nya, untuk menempatkanmu di sisi-Nya. Persis di sebelah. Dekat sekali, dekat. Bersama Rasul-Nya. Berharap Mereka sudi bersuka ria bersamamu, dalam keabadian."
...
Perempuan itu mengamati, dalam deretan lelaki yang bersujud, ada seseorang yang berlama-lama di atas sajadahnya. Menikmati setiap dzikirnya. Menghayati setiap doa yang terpanjat. Menggeser sedikit posisinya lantas berdiri menunaikan ba'diyah. Tidak henti di situ, lelaki itu mengeluarkan mushaf kecil dari tasnya, dibacanya ayat demi ayat. Hingga membayang bening di ujung mata lelaki itu.
Perempuan itu menemukan definisi keromantisan dalam diri lelaki itu, yang dengan khusyuk bermesraan dengan Kekasihnya. Memahami bahwa shalat bukanlah sekadar kewajiban. Dzikir bukan sebatas guliran tasbih. Pun sunnahnya. Pun alunan ayat sucinya.
Di saat itulah, tanpa disadari perempuan tersebut, ada tetesan yang mulai mengalir dari keran hatinya. Satu. Satu. Satu.
...
Lelaki itu tidak tahu ada seseorang yang mengamatinya. Memperhatikan gerak dan geriknya. Lelaki itu juga tidak tahu, bahwa perempuan yang dipinangnya sebulan lalu -perempuan yang telah dikaguminya sejak jumpa pertama-, kini telah menetapkan sebuah jawaban.
...
Semesta bertakbir.
Memuja. Memuji.
Dua hati telah saling mencinta.
Karena-Nya. Untuk-Nya.

...
Demikianlah kisah yang terinspirasi dari pengalaman kami. Dua pemuda-pemudi yang bersama mengupayakan kebaikan dalam sebuah komunitas kebaikan, menemukan banyak kebaikan dalam diri satu sama lain. Tetapi dengan segala keterbatasan yang ada dalam diri, kami bertasbih mengamini perkataan Prof. Dr. Abdul Halim Abu Syuqqah dalam Tahrirul Ma'rah fi 'Ashrir Risalah, bahwa, "Cinta itu adalah perasaan yang baik dengan kebaikan tujuan jika tujuannya adalah menikah."
Maka apabila hendak memetik salah satu hikmah dari seluruh peristiwa yang bergulir ini, ialah rasa syukur kami yang teramat sangat karena insya Allah kami diperkenankan oleh Allah untuk menjadi bagian dari cinta yang baik tersebut. Perasaan baik dengan kebaikan tujuan, yakni menikah. Terutama apabila pernikahan tersebut juga didasari oleh tujuan yang juga baik, meraih ridha Allah, mengarah ke surga-Nya sambil terus bergenggaman erat. Insya Allah.
"Lam nara lil mutahabbaini mitslan nikahi; Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah) oleh orang-orang yang saling mencintai," kata Rasulullah, "Seperti halnya pernikahan."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih sudah berkunjung ke ariawiyana.co.cc