Kamis, 02 Desember 2010

Surfaktan : Peningkatan nilai tambah pada Jarak Pagar

Saat ini tanaman jarak pagar telah mulai dikembangkan di beberapa negara, seperti Cina yang mengembangkan lahan seluas 1 juta ha hingga tahun 2010,  India seluas 400.000 ha hingga tahun 2009, Kamboja seluas 1 juta ha dalam waktu 3 tahun, Vietnam, Thailand, dan beberapa negara lainnya.  Kendala pengembangan jarak pagar memang terletak pada produktivitasnya yang masih rendah yaitu sekitar 8 ton/ha/tahun setelah mencapai umur tanam 5 tahun. Namun dengan adanya rencana peningkatan produktivitas dan lahan penanaman tanaman jarak pagar di Indonesia, maka potensi minyak jarak pagar untuk dimanfaatkan sebagai biodiesel makin meningkat.
 Peningkatan potensi biodiesel dari jarak pagar ini perlu disertai upaya peningkatan nilai tambahnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku pada proses produksi surfaktan.  Pemanfaatan terbesar surfaktan adalah sebagai cleaning agent atau pembersih, dimana salah satu jenis surfaktan yang banyak digunakan adalah surfaktan MES. Salah satu aplikasi surfaktan MES yang paling potensial adalah sebagai stimulation agent untuk meningkatkan recovery minyak bumi. Komposisi asam lemak pada minyak jarak pagar terdiri dari 22,7 % asam lemak jenuh dan 77,3 % asam lemak tak jenuh, dengan komposisi sebagai berikut : asam linoleat 40,2 %, asam oleat 37,1 %, asam palmitat 17,0 %, asam stearat 5,7 %.  Asam lemak C18 yang terkandung pada asam oleat, linoleat, dan stearat mempunyai sifat deterjensi yang sangat sesuai untuk diaplikasikan  sebagai stimulation agent  untuk recovery minyak bumi.
Surfaktan yang telah dikembangkan untuk aplikasi pada proses recovery minyak bumi adalah berbasis petrokimia yaitu petroleum sulfonat.  Namun kelemahannya yaitu menggumpal pada air sadah dan sifat deterjensinya menurun dengan sangat tajam pada tingkat salinitas yang tinggi, harganya relatif lebih mahal dibandingkan surfaktan dari minyak nabati yang hanya sekitar 57% (Watkins, 2001) dan harus diimpor seratus persen.  Penggunaan surfaktan petroleum sulfonat kurang efektif pada kondisi air formasi yang mempunyai tingkat salinitas dan kesadahan yang tinggi, padahal sebagian besar air formasi (air dalam reservoir) di sumur minyak Indonesia mempunyai tingkat salinitas dan kesadahan yang tinggi (>500 ppm). Salinitas air formasi yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pada pori-pori batuan sehingga terjadi proses coning, sehingga sumur minyak tersebut mengalami kerusakan dan diperlukan biaya yang sangat mahal untuk memperbaikinya.
Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan surfaktan MES.  Kelebihan surfaktan MES dibandingkan surfaktan berbasis petrokimia adalah sebagai berikut: bersifat terbarukan, mudah didegradasi (good biodegradability), biaya produksi lebih rendah (sekitar 57% dari biaya produksi surfaktan dari petrokimia yaitu linier alkilbenzen sulfonat (LAS)), karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, pada konsentrasi MES yang lebih rendah daya deterjensinya sama dengan petroleum sulfonat, dapat mempertahankan aktivitas enzim yang lebih baik, toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium, dan kandungan garam (disalt) lebih rendah.

Diambil dari latarbelakang topik usulan penelitian (tugas akhir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih sudah berkunjung ke ariawiyana.co.cc