Jumat, 31 Desember 2010

Biar kuncupnya mekar jadi bunga

Anis Matta

Ternyata obrolan kita tentang cinta belum selesai. Saya telah menyatakan sebelumnya betapa penting peranan kata itu dalam mengekspresikan kata cinta. Tapi itu bukan satu-satunya bentuk ekspresi cinta.

Cinta merupakan sebentuk emosi manusiawi. Karena itu ia bersifat fluktuatif naik turun mengikuti semua anasir di dalam dan di luar di diri manusia yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya saya juga mengatakan, mempertahankan dan merawat rasa cinta sesungguhnya jauh lebih sulit dari sekedar menumbuhkannya. Jadi obrolan kita belum selesai. Walaupun begitu, saya juga tidak merasakan adanya urgensi utk menjawab pertanyaan ini : apa itu cinta ?

Itu terlalu filosofis. Saya lebih suka menjawab pertanyaan ini : bagaimana seharusnya anda mencintai ? pertanyaan ini melekat erat dalam kehidupan individu kita.
Cinta itu bunga; bunga yang tumbuh mekar dalam taman hati kita. Taman itu adalah kebenaran. Apa yg dengan kuat menumbuhkan, mengembangkan, dan memekarkan bunga-bunga adalah air dan matahari. Air dan matahari adalah kebaikan. Air memberinya kesejukan dan ketenangan, tapi matahari memberinya gelora kehidupan.

Cinta, dengan begitu, merupakan dinamika yg bergulir secara sadar di atas latar wadah perasaan kita
Maka begitulah seharusnya anda mencintai; menyejukkan, menenangkan, namun juga menggelorakan. Dan semua makna itu terangkum dalam kata ini : menghidupkan. Anda mungkin dekat dengan peristiwa ini ; bagaimana istri anda melahirkan seorang bayi, lalu merawatnya, dan menumbuhkannya, mengembangkannya serta menjaganya. Ia dengan tulus berusaha memberinya kehidupan.

Bila anda ingin mencintai dengan kuat, maka anda harus mampu memperhatikan dengan baik, menerimanya apa adanya dengan tulus, lalu berusaha mengembangkannya semaksimal mungkin, kemudian merawatnya..menjaganya dengan sabar. Itulah rangkaian kerja besar para pecinta; pengenalan, penerimaan, pengembangan dan perawatan.
Apakah anda telah mengenal isteri anda dengan seksama? Apakah anda mengetahui dengan baik titik kekuatan dan kelemahannya? Apakah anda mengenal kecenderungan-kecenderungannya? Apakah anda mengenal pola-pola ungkapannya; melalui pemaknaan khusus dalam penggunaan kata, melalui gerak motorik refleksinya, melalui isyarat rona wajahnya, melalui tatapannya, melalui sudut matanya?
Apakah anda dapat merasakan getaran jiwanya, saat ia suka dan saat ia benci, saat ia takut dan begitu membutuhkan perlindungan? Apakah anda dapat melihat gelombang-gelombang mimpi-mimpinya,harapan-harapannya?

Sekarang perhatikanlah bagaimana tingkat pengenalan Rosululloh saw terhadap istrinya, Aisyah. Suatu waktu beliau berkata, ” Wahai Aisyah, aku tahu kapan saatnya kamu ridha dan kapan saatnya kamu marah padaku. Jika kamu ridha, maka kamu akan memanggilku dengan sebutan : Ya Rosulullah ! tapi jika kamu marah padaku, kamu akan memanggilku dengan sebutan ” Ya Muhammad”. Apakah beda antara Rosululloh dan Muhammad kalau toh obyeknya itu-itu saja ? Tapi Aisyah telah memberikan pemaknaan khusus ketika ia menggunakan kata yang satu pada situasi jiwa yang lain.
Pengenalan yang baik harus disertai penerimaan yang utuh. Anda harus mampu menerimanya apa adanya. Apa yang sering menghambat dlm proses penerimaan total itu adalah pengenalan yang tidak utuh atau “obsesi” yang berlebihan terhadap fisik.

Anda tidak akan pernah dapat mencintai seseorang secara kuat dan dalam kecuali jika anda dapat menerima apa adanya. Dan ini tidak selalu berarti bahwa anda menyukai kekurangan dan kelemahannya. Ini lebih berarti bahwa kelemahan dan kekurangan bukanlah kondisi akhir kepribadiannya, dan selalu ada peluang untuk berubah dan berkembang. Dengan perasaan itulah seorang ibu melihat bayinya.

Apakah yg ia harap dari bayi kecil itu ketika ia merawatnya, menjaganya, dan menumbuhkannya? Apakah ia yakin bahwa kelak anak itu akan membalas kebaikannya? Tidak. Semua yg ada dlm jiwanya adalah keyakinan bahwa bayi ini punya peluang utk berubah dan berkembang.
Dan karenanya ia menyimpan harapan besar dlm hatinya bahwa kelak hari-hari jugalah yg akan menjadikan segalanya lebih baik. Penerimaan positif itulah yang mengantar kita pada kerja mencintai selanjutnya ; pengembangan.

Pada mulanya seorang wanita adalah kuncup yg tertutup. Ketika ia memasuki rumah anda, memasuki wilayah kekuasaan anda, menjadi istri anda, menjadi ibu anak-anak anda; Andalah yg bertugas membuka kelopak kuncup itu, meniup nya perlahan, agar ia mekar menjadi bunga. Andalah yg harus menyirami bunga itu dengan air kebaikan, membuka semua pintu hati anda baginya, agar ia dapat menikmati cahaya matahari yg akan memberinya gelora kehidupan. Hanya dengan kebaikanlah bunga-bunga cinta bersemi.

Dan ungkapan “Aku Cinta Kamu” boleh jadi akan kehilangan makna ketika ia dikelilingi perlakuan yang tidak simpatik dan mengembangkan. Apa yg harus anda berikan kepada istri anda adalah peluang utk berkembang, keberanian menyaksikan perkembangannya tanpa harus merasa superioritas anda terganggu. Ini tidak berarti anda harus memberi semua yang ia senangi, tapi berikanlah apa yg ia butuhkan.

Tetapi setiap perkembangan harus tetap berjalan dlm keseimbangan. Dan inilah fungsi perawatan dari rasa cinta. Tidak boleh ada perkembangan yang mengganggu posisi dan komunikasi. Itulah sebabnya terkadang anda perlu memotong sejumlah yg sudah kepanjangan agar tetap terlihat serasi dan harmoni. Hidup adalah simponi yg kita mainkan dengan indah.
Maka, duduklah sejenak bersama dengan istri anda, tatap matanya lamat-lamat, dengarkan suara batinnya, getaran nuraninya, dan diam-diam bertanyalah pada diri sendiri : Apakah ia telah menjadi lebih baik sejak hidup bersama dengan anda?
Mungkinkah suatu saat ia akan mengucapkan puisi Iqbal tentang gurunya :

DAN NAFAS CINTANYA MENIUP KUNCUPKU…

MAKA IA MEKAR MENJADI BUNGA…

Minggu, 26 Desember 2010

Mario Bross themesong



verse : piano




verse : guitar




verse : flute



verse : drum



verse : beatbox



verse : DJ. Remix



verse : nintendo (1990-an)




verse : Original Nintendo DS (2008)


cool abis dah themesong ini.

Sabtu, 25 Desember 2010

Cinta pejuang : Salam Al- Farisi





Dikisahkan, Salman Al Farisi hendak melamar seorang gadis. Sebagai manusia biasa yang memiliki fitrah cinta, ia jatuh hati pada seorang muslimah shalihah asli penduduk kota Madinah. Maksud suci ini kemudian ia sampaikan kepada Abu Darda’, seorang saudara yang dipertemukan atas nama aqidah.

Abu Darda’ bahagia menyambut keinginan Salman. Ia bergegas mengantarkan saudaranya ini untuk menemui wali dari sang gadis.

“Perkenalkan Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman yang berasal dari Parsi. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah, bahkan ia diberi kehormatan sebagai ahlul bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda,” ucap Abu Darda’ menyampaikan maksud dan tujuan.

Lamaran itu bersambut, “Kami merasa mendapatkan kehormatan menerima tamu dua sahabat Rasulullah yang mulia. Menjadi kehormatan pula bagi keluarga kami jika dapat memiliki seorang menantu dari salah satu sahabat Rasul yang agung. Akan tetapi, kami serahkan sepenuhnya jawaban dari lamaran ini pada putri kami.”

Setelah berdiskusi, Ibu dari sang putri pilihan Salman itu mewakili untuk menjawab. “Mohon maaf sebelumnya jika apa yang kami sampaikan kurang berkenan. Dengan tetap mengharap ridha Allah, putri kami menolak lamaran Salman,” jawab sang Ibu.

Belum lagi Salman merespon jawaban itu, Sang Ibu melanjutkan perkataannya. “Akan tetapi, jika Abu Darda’ mempunyai niat yang sama untuk melamar putri kami, maka kami akan menerimanya,” katanya sang ibu.

Wajar bila Salman kecewa. Kekecewaan yang berlipat. Karena tak hanya niat mempersunting sang putri ditolak, namun kenyataannya justru saudara yang diajak membantu melamar malah yang dikehendaki untuk menikahi sang putri. Kebesaran hati Salman sedang diuji.

”Allahu Akbar!” ujar Salman mencuba meluapkan isi hatinya.

”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian,” lanjutnya tanpa ragu.

Menakjubkan. Kekecewaan Salman berujung keikhlasan tiada tara. Salman Al Farisi dengan ketakwaannya yang memuncak memberikan pelajaran tentang sebentuk kesedaran. Kesedaran bahwa cinta yang diinginkan tak selalu bisa dimiliki. Kesedaran tentang bagaimana semestinya menyingkapi rasa cinta yang Allah hendaki untuk kita.

Salman telah mengajarkan, sebagai pejuang, kita harus menjadi majikan cinta, bukan budaknya. Kita harus mampu mengendalikan nafsu dan perasaan, bukan dikendalikannya. Sungguh indah bila mana cinta dan nafsu itu ditunggang dengan keimanan yang tiada taranya kepada Allah dan Rasulnya.

Dan semoga kita bisa, mendapatkan yang terbaik, dipilih Allah untuk menjadi teman di dunia untuk berjuang dalam agamanya dan akhirat menjadi ketua bidadari bagi seorang lelaki penghuni syurga.

PS ; kisah ini begitu menginspirasi saya pribadi. sehingga saya share disini. semoga bermanfaaat


Jumat, 17 Desember 2010

Cinta Bersemi di Pelaminan

Lupakan! Lupakan cinta jiwa yang tidak akan sampai di pelaminan. Tidak ada cinta jiwa tanpa sentuhan fisik. Semua cinta dari jenis yang tidak berujung dengan penyatuan fisik hanya akan mewariskan penderitaan bagi jiwa. Misalnya yang dialami Nasr bin Hajjaj di masa Umar bin Khattab.

Ia pemuda paling ganteng yang ada di Madinah. Shalih dan kalem. Secara diam-diam gadis-gadis Madinah mengidolakannya. Sampai suatu saat Umar mendengar seorang perempuan menyebut namanya dalam bait-bait puisi yang dilantunkan di malam hari. Umar pun mencari Nasr. Begitu melihatnya, Umar terpana dan mengatakan, ketampanannya telah menjadi fitnah bagi gadis-gadis Madinah. Akhirnya Umar pun memutuskan untuk mengirimnya ke Basra.

Disini ia bermukim pada sebuah keluarga yang hidup bahagia. Celakanya, Nasr justru cinta pada istri tuan rumah. Wanita itu juga membalas cintanya. Suatu saat mereka duduk bertiga bersama sang suami. Nasr menulis sesuatu dengan tangannya di atas tanah yang lalu dijawab oleh seorang istri. Karena buta huruf, suami yang sudah curiga itu pun memanggil sahabatnya untuk membaca tulisan itu. Hasilnya: aku cinta padamu! Nasr tentu saja malu kerena ketahuan. Akhirnya ia meninggalkan keluarga itu dan hidup sendiri. Tapi cintanya tak hilang. Dia menderita karenanya. Sampai ia jatuh sakit dan badannya kurus kering. Suami perempuan itu pun kasihan dan menyuruh istrinya untuk mengobati Nasr. Betapa gembiranya Nasr ketika perempuan itu datang. Tapi cinta tak mungkin tersambung ke pelaminan. Mereka tidak melakukan dosa, memang. Tapi mereka menderita. Dan Nasr meninggal setelah itu.

Itu derita panjang dari sebuah cinta yang tumbuh dilahan yang salah. Tragis memang. Tapi ia tak kuasa menahan cintanya. Dan ia membayarnya dengan penderitaan hingga akhir hayat. Pastilah cinta yang begitu akan menjadi penyakit. Sebab cinta yang ini justru menemukan kekuatannya dengan sentuhan fisik. Makin intens sentuhan fisiknya, makin kuat dua jiwa saling tersambung. Maka ketika sentuhan fisik jadi mustahil, cinta yang ini hanya akan berkembang jadi penyakit.

Itu sebabnya Islam memudahkan seluruh jalan menuju pelaminan. Semua ditata sesederhana mungkin. Mulai dari proses perkenalan, pelamaran, hingga, hingga mahar dan pesta pernikahan. Jangan ada tradisi yang menghalangi cinta dari jenis yang ini untuk sampai ke pelaminan. Tapi mungkin halangannya bukan tradisi. Juga mungkin tidak selalu sama dengan kasus Nasr. Kadang-kadang misalnya, karena cinta tertolak atau tidak cukup memiliki alasan yang kuat untuk dilanjutkan dalam sebuah hubungan jangka panjang yang kokoh.

Apapun situasinya, begitu peluang menuju pelaminan tertutup, semua cinta yang ini harus diakhiri. Hanya di sana cinta yang ini absah untuk tumbuh bersemi: di singgasana pelaminan.

Anis Matta.

Cinta Tanpa Definisi

Seperti angin membadai. Kau tak melihatnya. Kau merasakannya. Merasakan kerjanya saat ia memindahkan gunung pasir di tengah gurun. Atau merangsang amuk gelombang di laut lepas. Atau meluluhlantakkan bangunan-bangunan angkuh di pusat kota metropolitan. Begitulah cinta. Ia ditakdirkan jadi kata tanpa benda. Tak terlihat. Hanya terasa. Tapi dahsyat.

Seperti banjir menderas. Kau tak kuasa mencegahnya. Kau hanya bisa ternganga ketika ia meluapi sungai-sungai, menjamah seluruh permukaan bumi, menyeret semua benda angkuh yang bertahan di hadapannya. Dalam sekejap ia menguasai bumi dan merengkuhnya dalam kelembutannya. Setelah itu ia kembali tenang: seperti seekor harimau kenyang yang terlelap tenang. Demikianlah cinta. Ia ditakdirkan jadi makna paling santun yang menyimpan kekuasaan besar.

Seperti api menyala-nyala. Kau tak kuat melawannya. Kau hanya bisa menari di sekitarnya saat ia mengunggun. Atau berteduh saat matahari membakar kulit bumi. Atau meraung saat lidahnya melahap rumah-rumah, kota-kota, hutan-hutan. Dan seketika semua jadi abu. Semua jadi tiada. Seperti itulah cinta. Ia ditakdirkan jadi kekuatan angkara murka yang mengawal dan melindungi kebaikan.

Cinta adalah kata tanpa benda, nama untuk beragam perasaan, muara bagi ribuan makna, wakil dari kekuatan tak terkira. Ia jelas, sejelas matahari. Mungkin sebab itu Eric Fromm ~dalam The Art of Loving~ tidak tertarik ~atau juga tidak sanggup~ mendefinisikannya. Atau memang cinta sendiri yang tidak perlu definisi bagi dirinya.

Tapi juga terlalu rumit untuk disederhanakan. Tidak ada definisi memang. Dalam agama, atau filsafat atau sastra atau psikologi. Tapi inilah obrolan manusia sepanjang sejarah masa. Inilah legenda yang tak pernah selesai. Maka abadilah Rabiah Al-Adawiyah, Rumi, Iqbal, Tagore atau Gibran karena puisi atau prosa cinta mereka. Abadilah legenda Romeo dan Juliet, Laela Majenun, Siti Nurbaya atau Cinderela. Abadilah Taj Mahal karena kisah cinta di balik kemegahannya.

Cinta adalah lukisan abadi dalam kanvas kesadaran manusia. Lukisan. Bukan definisi. Ia disentuh sebagai sebuah situasi manusiawi, dengan detail-detail nuansa yang begitu rumit. Tapi dengan pengaruh yang terlalu dahsyat. Cinta merajut semua emosi manusia dalam berbagai peristiwa kehidupannya menjadi sublim: begitu agung tapi juga terlalu rumit. Perang berubah menjadi panorama kemanusiaan begitu cinta menyentuh para pelakunya. Revolusi tidak dikenang karena geloranya tapi karena cinta yang melahirkannya. Kekuasaan tampak lembut saat cinta memasuki wilayah-wilayahnya. Bahkan penderitaan akibat kekecewaan kadang terasa manis karena cinta yang melatarinya: seperti Gibran yang kadang terasa menikmati Sayap-sayap Patah-nya.

Kerumitan terletak pada antagoni-antagoninya. Tapi di situ pula daya tariknya tersembunyi. Kerumitan tersebar pada detail-detail nuansa emosinya, berpadu atau berbeda. Tapi pesonanya menyebar pada kerja dan pengaruhnya yang teramat dahsyat dalam kehidupan manusia.

Seperti ketika kita menyaksikan gemuruh badai, luapan banjir atau nyala api, seperti itulah cinta bekerja dalam kehidupan kita. Semua sifat dan cara kerja udara, api dan air juga terdapat dalam sifat dan cara kerja cinta. Kuat, Dahsyat, Lembut, Tak terlihat. Penuh haru biru. Padatmakna. Sarat gairah. Dan, anagonis.

Barangkali kita memang tidak perlu definisi. Toh kita juga tidak butuh penjelasan untuk dapat merasakan terik matahari. Kita hanya perlu tahu cara kerjanya. Cara kerjanya itulah definisi: karena ~kemudian~ semua keajaiban terjawab disini.


 Anis Matta


sumber

Selasa, 14 Desember 2010

Ayo Blog Walking!


Maka dari itu sobat muda. Mari kita saling berkunjung ke blog masing-masing: BlogWalking. mlaku-mlaku nang blog


Senin, 13 Desember 2010

Kamus

oleh ; Putu Wijaya (Dramawan)
ADA dua buah kamus bahasa Indonesia yang monumental. Yang pertama karya Poerwadarminta. Karya ini kedudukannya sudah seperti primbon, lama sekali tidak ada tandingannya. Yang kedua Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh sebuah tim, produk Pusat Bahasa.
Apakah dengan bersenjata kedua kamus itu, seluruh teks, ekspresi, dan narasi dengan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan, menjadi jelas? Bagi orang Indonesia sendiri, jawabannya mudah. Karena bahasa tidak harus dimengerti tetapi dirasa. Tanpa kedua kamus itu pun, segalanya sudah jelas. Kata-kata sudah menyambung rasa tanpa mesti lebih dulu dipahami. Tetapi, bagi mereka yang "ibunya" tidak berbahasa Indonesia, kedua kamus itu pun masih belum cukup. Karena bahasa Indonesia seperti sebuah peta buta.
Ada seorang doktor, ketika menerjemahkan sebuah novel Indonesia ke bahasa Prancis, tak tanggung-tanggung terbang dari Paris untuk menjumpai penulisnya yang sedang syuting film di Puncak. Keperluannya hanya untuk menanyakan arti yang pasti dari sebuah kalimat-lebih tepat dikatakan sebuah kata dalam sebuah kalimat-yang membuat langkahnya berhenti. Pasalnya, ia tidak mau menebak-nebak, takut salah. Alangkah herannya ketika ia mendapat jawaban bahwa arti dari kalimat itu terserah. Begitu boleh, begini juga bisa. Semuanya sah-sah saja.
Seperti kata: acuh. Satu saat bisa berarti peduli. Tapi di saat yang lain tanpa diberi tanda baca, cetak miring atau garis bawah, artinya bisa kebalikannya: tak peduli. Arti sebuah kata lalu tidak sebagaimana yang tertera dalam kamus, tetapi tergantung saat, siapa, dan bagaimana kata itu disampaikan. Tiba-tiba sebuah kata menjadi gambar dalam huruf kanji yang bunyinya bisa berbeda-beda tergantung konteksnya.
"Kemudahan" dan "kesederhanaan" bahasa Indonesia yang tak mengenal jenis kelamin, perbedaan waktu dalam kata kerja, dan penanda tunggal-jamak tiba-tiba menjadi kerumitan. Bagi yang sudah terbiasa dengan kepastian, bahasa Indonesia menjadi sebuah teka-teki. Kamus bukan lagi buku suci, tetapi hanya sebuah referensi. Dalam kehidupan bahasa Indonesia, setiap orang sudah bertumbuh menjadi kamus.
Kata ganyang dalam bahasa Jawa yang berarti makan, santap, atau lalap, "dibantingsetirkan" oleh Bung Karno, di era konfrontasi dengan Malaysia, menjadi berarti hajar, kalahkan, atau taklukkan. Tetapi Bung Karno seorang pemimpin yang karismatik. Pengembangan, pembelokan, bahkan pembalikan arti dari sebuah kata dari seorang tokoh dengan mudah tersosialisasi dan kemudian menjadi kesepakatan bersama.
Saya adalah sebutan dari orang pertama. Saya lebih menunjukkan kerendahan hati, sopan, menghormati yang diajak bicara dibandingkan dengan "aku". Anak, kepada orang tua dan guru atau bawahan pada atasan, membahasakan dirinya dengan saya. Tapi ketika Chairil Anwar menulis sajak berjudul "Aku" pada 1943, dua tahun sebelum Proklamasi Kemerdekaan, kebangkitan pada harga diri seseorang untuk bebas dan merdeka memberi angin pada kata aku. Kini di era televisi swasta, para selebritas tak memakai kata saya lagi, tetapi aku dan "gue". Pengaruhnya luar biasa. Kini seorang anak dan para pembantu tanpa risi lagi membahasakan dirinya "aku" kepada siapa pun berbicara. Dalam keluarga, antara suami dan istri, bahkan juga anak, kata gue pun sudah mulai lumrah atau dimaafkan.
Orang besar dan media yang punya kekuasaan, lambat-laun, mau tak mau akan menjadi kamus. Maklum, bahasa memang bukan ilmu pasti yang bisa dibekuk dengan kebakuan yang menjadi misi pembuatan kamus. Tetapi, ketika semua orang meniru dan menjadikan dirinya kamus, akan terjadi kesewenang-wenangan. Kata-kata akan menjadi anarkistis. Bahasa dizalimi. Kriminalitas bahasa terjadi tapi tidak bisa lagi diadili karena terlalu banyaknya. Bahasa Indonesia akan menjadi sarang penyamun.
Undang-undang kebahasaan sudah lahir. Kesepakatan dalam bahasa yang dikhawatirkan akan dikuntit sanksi bagi pelanggarnya itu sudah mulai banyak ditentang. Pemakaian bahasa yang tidak lagi dibablaskan tapi diberi lajur-lajur, kisi-kisi yang lebih pasti itu akan menyapu bersih segala penyimpangan bahasa. Yang kini mengacak bahasa Indonesia dengan mengimpor berbagai kausa kata asing, misalnya, tidak akan bisa seenak udelnya lagi berenang gaya bebas Bahasa Indonesia akan memasuki tertib hukum.
Alhamdulillah itu tak terjadi. Undang-Undang Bahasa, yaitu Undang-Undang Nomor 23/2009, itu tentang bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan. Isinya mengatur bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, dan transaksi/dokumentasi niaga. Jadi bukan membatasi penggunaan berbahasa.
Namun pertanyaan masih tetap. Apakah kamus dapat menjadi kiblat bahasa Indonesia? Apakah tertib bahasa akan mampu mengembangkan bahasa Indonesia menjadi bahasa yang hidup, tangkas, menarik, dan mampu menjadi bahasa ilmiah? Apakah kebakuan yang dijamin dalam kamus akan menghentikan kenakalan, kebablasan, dan keliaran yang begitu pesat larinya sejak Angkatan 45 (dalam sastra Indonesia) menjadi joki yang mengembangkan bahasa Melayu Pasar menjadi bahasa Indonesia hingga berbeda dengan bahasa Melayu yang kini dijumpai baik di Malaysia maupun Brunei?
Para sastrawan, yang malang-melintang dalam kancah bahasa, sangat berkepentingan menjawab. Mungkin mereka mau mengatakan bahwa kamus adalah benda mati yang tak akan mungkin jadi joki. Bahasa Indonesia dapat dikawal tetapi gebrakannya yang semakin cepat dan deras akan membuat kamus hanya mampu mengapresiasi, bukan membatasi.
PS: saya suka sekali dengan gayu tulis-menulis di laman majalah tempo. Tentang rubrik bahasa, catatan pinggir, kolom-kolom nya. Rima yang dbangun begitu anggun, kuat, dan tajam. 

For The Rest Of My Life (Maher Zein)



Didedikasikan untuk sahabatku..yang sebentar lagi akan menikah. ^^

Minggu, 12 Desember 2010

undangan : Azkaahmad (bagian 2)

Surat Untuk Calon Menantu

Sejak mula, kami memahami bahwasanya pernikahan bukanlah menjalinkan dua orang saja, melainkan menyatukan dua keluarga. Maka ketika tercurahkan restu dari keempat manusia terindah dalam hidup kami, yakni orang tua kami, keping-keping syukur tiada habis kami panjatkan kepada Allah. Kami amat bersyukur memiliki orang tua yang jauh lebih memahami dibandingkan kami, bahwa segala sesuatu memang terletak pada niatnya.
Dari Umar bin Khaththab r.a., Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya amal perbuatan itu (dinilai) hanya berdasarkan niatnya  (innamal a'malu binniyyati) --di dalam riwayat lain: berdasarkan niat-niatnya-- dan sesungguhnya setiap orang hanya memperoleh apa yang ia niatkan; barangsiapa yang hijrahnya (diniatkan) kepada Allah dan Rasul-Nya maka (nilai) hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya (diniatkan) kepada dunia yang ingin diraihnya atau perempuan yang ingin dinikahinya maka (nilai) hijrahnya adalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya itu." (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi dan An-Nasa'i, shahih).
Maka begitu pula dengan menikah. Kami percaya benar, bahwa apabila menikah diniatkan untuk melaksanakan sunnah rasul, mendapatkan keridhaan Allah, dan mendekatkan diri kepada jannah-Nya, insya Allah akan dimudahkan oleh Allah. Hal ini terdapat dalam suatu riwayat: "Ada tiga golongan orang yang pasti Allah tolong: seorang yang menikah untuk menjaga kesuciannya, seorang budak yang ingin menebus dirinya (untuk merdeka), dan orang yang berperang di jalan Allah."
...
Ada sebuah kisah yang juga menginspirasi kami dalam perjalanan menuju pernikahan ini. Suatu malam, Khalifah kedua Umar bin Khatab bergegas pulang agar dapat melamarkan seorang gadis bagi putranya, 'Ashim bin Umar, di keesokan hari. Pernikahan gadis ini dengan 'Ashim menghadirkan seorang cucu istimewa, khalifah kelima, Umar bin Abdul Aziz. Gadis seperti apa yang membuat Umar menyegerakan langkahnya untuk dinikahkan dengan putra beliau? Seorang bidadari jelitakah? Atau perempuan dari keturunan bangsawan? Bukan.
Gadis itu yang hadir dalam kisah "Penjual Susu dan Anak Gadisnya". Kau tahu, Nak, tentang cerita tersebut? Tentu. Ini kisah yang sering dikaitkan dengan materi ihsan, merasa selalu dalam pengawasan Allah. Tertutur bagaimana dengan indah ia mencegah ibunya yang berniat mencampurkan susu kambing dengan air sebelum dijual, "Bu, aku tak berani. Bukankah selalu ada yang memantau gerak-gerik kita?"
"Siapa?" tanya sang ibunda.
"Bu, tidak pernah lepas barang sekejap Allah memerhatikan kita."
Kata-kata itulah yang menggerakkan hati Umar untuk menjadikan gadis itu istri dari anaknya. Bukan kecantikannya, bukan pula keturunannya sebagai sebab-sebab utama. Melainkan ke-Islam-an yang terpatri indah pada dirinya. Selain karena memang demikian bening pula hati Umar yang melihatnya.
Pemahaman akan konsep inilah yang kuyakini setidaknya ada dalam kalbu bapak dan ibu kami. Mereka paham, bahwa keindahan Islam yang ada dalam diri seseorang adalah hal terpenting dalam kriteria pendamping hidup dan mati bagi anak-anak mereka. Maka pada malam ketika keluarga calon mempelai lelaki datang, ibu dari calon mempelai perempuan membacakan puisi. Puisi yang mengharubirukan suasana kala itu;
Apa yang sungguh bisa aku lihat darimu
Wahai pemuda yang datang meminta anakku
Pasti bukan tampanmu
Tidak, sama sekali tidak
Tak tertarik aku untuk tahu berapa hartamu
Pula gelar atau kepandaianmu

Lalu apa yang berharga darimu?
Kesungguhanmu untuk menjadi
Imam bagi putri sulungku
Bahwa kau akan nakhodai
Biduk rumah tangga
Berlayar dalam lautan jihad
Berjuang meraih ridha  Allah
Untuk berlabuh pada jannah

Lagi
Apa yang sungguh-sungguh dapat dibanggakan darimu?
Tentu bukan
Berapa berkilat mahar emas perakmu
Justru
Tekadmu untuk menjadi mulia dengan memuliakan isterimu
Berbahagia dirimu karena membahagiakan belahan jiwamu
Kesadaranmu untuk akui kekuranganmu
Yang menyiapkanmu menerima ketidaksempurnaan permata hatiku

Ia  pendamping hidupmu
Tak hanya di cantik mudanya
Tanpa beda sedikit pun pada saat  pudar cahaya di senja usianya
Janji bahwa kau mencintai ia ketika  sehat berlari riang bertualang bersamamu
Tapi  tetap kau genggam  sayang tangannya dalam sakit lemahnya

Jadi
Apa yang mata hatiku akan teropong tajam dirimu?
Cita-citamu  untuk anak-anak yang lahir kelak
Bila asma Allah semata pertama kau perdengarkan di telinga suci mereka
Bila lantunan Alquran adalah abjad awal yang kau ajarkan
Bila berani, bangga, dan bahagia ber-Islam kau tanamkan

Pada
Cucu-cucuku yang diamanahkan padamu
Maka, untuk semua itu
Bismillah...
Cukuplah alasan bagiku
Untuk mengikut  ucapan  Nabiullah, Kekasih Allah
Saat menyambut Ali yang mulia
Meminang Fathimah  binti Muhammad
:  "Marhaban wa Ahlan..."
...
Sampai di sinilah, selaksa rasa yang dapat kami bagi bagi saudara dan sahabat sekalian. Mohon maaf apabila tidak banyak yang dapat kami persembahkan sebagai wujud terima kasih kami atas segala doa restu yang mengalir bagi kami. Hanya Allahlah yang akan membalas kebaikan saudara dan sahabat yang kami sayangi ini dengan kebaikan berlipat ganda, sebagaimana dalam Surat Ar-Rahman ayat 60, "Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula."
Akhir kata, setulus hati kami berdoa; semoga keberkahan akan selalu terhimpun dalam setiap mozaik kehidupan kita, hingga kita semua dapat berjumpa lagi di surga Allah kelak. Berkasih-kasihan selamanya.
"Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS At-Tahrim [66]:8)

Wallahua'lamu bishowab. Wabillahi taufiq wal hidayah. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.







undangan : Azkaahmad

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bismillahirrahmanirrahim.

Dengan asma Allah, segala syukur kami panjatkan bagi Sang Maha Pengasih atas genggaman-Nya yang tiada pernah melonggar sekejap pun. Hanya Ia yang mampu menegakkan tubuh, memantapkan langkah, dan menyinari jalan yang kita tempuh. Shalawat kerinduan semoga senantiasa tercurah kepada Kekasih Allah, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam yang kemuliaannya menggema sepanjang masa.

Dengan mengharap ridha Allah, kami bermaksud menyelenggarakan akad nikah dan walimatu ‘ursy antara Azka Madihah (MAN IPB 43) dan Ahmad Dawamul Muthi (TIN IPB 43) pada hari Ahad, 26 Desember 2010, di Depok, Jawa Barat.

Sungguh merupakan kebahagiaan bagi kami apabila para sahabat berkenan mendoakan agar Allah memberikan keberkahan kepada kami dan melimpahkan keberkahan atas kami, serta selalu menyatukan kami berdua di dalam kebaikan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh sahabat atas kebaikan yang kami terima selama ini. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan yang pernah kami lakukan selama ini. Semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan kasih sayang-Nya setiap hari, tak habis-habisnya, hingga kelak kita berjumpa lagi di Jannah-Nya.

Hormat kami,

Azka dan Ahmad

http://www.ewedding.com/sites/azkaahmad

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Pesan itu baru saja ku baca di laman grup TIN43. (sebelumnya tanpa membaca isi tulisan diatasnya, langsung saja aku membuka link  tsb) kemudian sebuah tampilan laman sederhana yang masih berada dalam opsi loading. kemudian terbuka satu laman lanjutan. 
OurWedding di sisi atas kanan. tepat dibawahnya tertulis dengan jelas : Azka Madihah dan Ahmad Dawamul Muthi.


inilah kisah mereka :



Sepenggal Kisah

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Perkenankanlah kami mengawali laman-laman ini dengan sebuah kisah yang hadir atas pengalaman nyata dari kedua calon mempelai. Kisah sederhana. Namun, kami harap mampu memberi sekilas gambaran tentang perjalanan kami.
...
Perempuan itu berusaha keras menjaga keran hatinya. Agar degup dan detaknya tidak teralirkan kepada seseorang yang tidak berhak mereguknya. Ditutupnya erat-erat. Hanya diusahakan olehnya untuk terus memperbaiki diri. Membeningkan sumber airnya. Menjernihkan.
Hingga suatu saat, tanpa ia sadari, telah tercipta sebuah telaga mini di bawah dunianya. Menggenang. Ternyata sekuat apa pun ia mencoba menutupnya, ada tetes-tetes air yang masih menyelinap. Perlahan, satu demi satu. Hampir tanpa suara.
Perempuan itu telah jatuh cinta. Diam-diam. Merindu, dalam redam.
...
Satu hal yang kusadari, bahwa mencinta adalah kesanggupan, lebih tepatnya kesediaan untuk menikmati waktu berlama-lama dengan yang dicintainya. Bagi sang pencinta, relativitas waktu berlaku. Ketika bersama kekasihnya, aliran waktu berkhianat, dua jam serasa dua menit. Namun sehari tak jumpa, bagaikan satu dasawarsa.
Lalu dari sanalah aku keheranan, bahkan hingga tak kuasa menahan air mata. Jika memang demikian, bila benar adanya anggapanku tersebut, mengapa dua puluh menit lima kali sehari menjadi demikian lama bagi para hamba yang mengaku mencinta Tuhannya? Lihat saja di masjid, mushola, di tengah gesa kehidupan manusia, betapa terburunya! Betapa diburunya mereka oleh kehidupan ini!
Empat rakaat menjadi sedemikian singkat, selain karena hanya hapal beberapa surat pendek, ada materi ujian ataupun slide presentasi untuk klien yang belum dihapalnya untuk dua jam ke depan. Jangankan untuk menambahnya kembali dengan dua takbir lagi, untuk empat sujud lagi, dzikir pun tak sempat! Diselipkannya sepatah istighfar dan doa bagi ujian yang sesaat lagi akan ia hadapi. Itu saja. Lantas disampirkan begitu saja mukena bertepian jamur hitam di lemari penuh debu -di mushola-mushola lantai dasar berlatar gemuruh mesin.
"Kau tempatkan Tuhanmu, di sisa-sisa harimu. Gesa. Buru.
Di sudut ruanganmu. Kusam. Debu.
Tetapi kau memaksa-Nya, untuk menempatkanmu di sisi-Nya. Persis di sebelah. Dekat sekali, dekat. Bersama Rasul-Nya. Berharap Mereka sudi bersuka ria bersamamu, dalam keabadian."
...
Perempuan itu mengamati, dalam deretan lelaki yang bersujud, ada seseorang yang berlama-lama di atas sajadahnya. Menikmati setiap dzikirnya. Menghayati setiap doa yang terpanjat. Menggeser sedikit posisinya lantas berdiri menunaikan ba'diyah. Tidak henti di situ, lelaki itu mengeluarkan mushaf kecil dari tasnya, dibacanya ayat demi ayat. Hingga membayang bening di ujung mata lelaki itu.
Perempuan itu menemukan definisi keromantisan dalam diri lelaki itu, yang dengan khusyuk bermesraan dengan Kekasihnya. Memahami bahwa shalat bukanlah sekadar kewajiban. Dzikir bukan sebatas guliran tasbih. Pun sunnahnya. Pun alunan ayat sucinya.
Di saat itulah, tanpa disadari perempuan tersebut, ada tetesan yang mulai mengalir dari keran hatinya. Satu. Satu. Satu.
...
Lelaki itu tidak tahu ada seseorang yang mengamatinya. Memperhatikan gerak dan geriknya. Lelaki itu juga tidak tahu, bahwa perempuan yang dipinangnya sebulan lalu -perempuan yang telah dikaguminya sejak jumpa pertama-, kini telah menetapkan sebuah jawaban.
...
Semesta bertakbir.
Memuja. Memuji.
Dua hati telah saling mencinta.
Karena-Nya. Untuk-Nya.

...
Demikianlah kisah yang terinspirasi dari pengalaman kami. Dua pemuda-pemudi yang bersama mengupayakan kebaikan dalam sebuah komunitas kebaikan, menemukan banyak kebaikan dalam diri satu sama lain. Tetapi dengan segala keterbatasan yang ada dalam diri, kami bertasbih mengamini perkataan Prof. Dr. Abdul Halim Abu Syuqqah dalam Tahrirul Ma'rah fi 'Ashrir Risalah, bahwa, "Cinta itu adalah perasaan yang baik dengan kebaikan tujuan jika tujuannya adalah menikah."
Maka apabila hendak memetik salah satu hikmah dari seluruh peristiwa yang bergulir ini, ialah rasa syukur kami yang teramat sangat karena insya Allah kami diperkenankan oleh Allah untuk menjadi bagian dari cinta yang baik tersebut. Perasaan baik dengan kebaikan tujuan, yakni menikah. Terutama apabila pernikahan tersebut juga didasari oleh tujuan yang juga baik, meraih ridha Allah, mengarah ke surga-Nya sambil terus bergenggaman erat. Insya Allah.
"Lam nara lil mutahabbaini mitslan nikahi; Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah) oleh orang-orang yang saling mencintai," kata Rasulullah, "Seperti halnya pernikahan."

5 ujian buat Bachdim

Sabtu, 11 Desember 2010

maaf tuk berpisah



Kau tahu tentang hatiku yang tak pernah bisa melupakanmu
Kau tahu tentang diriku yang selalu mengenangmu selamanya
Kini kusadari Bahwa semua itu
Adalah salah, juga keliru
Akan membuat hati menjadi ternodai

Maafkanlah segala khilaf yang tlah kita terlewati
Tlah membawamu kedalam jalan yang melupakan tuhan
Kita memang harus berpisah
Tuk menjaga diri
Untuk kembali mngarungi hidup
Dalam ridho ilahi

Kutahu bahwa dirimu
Mendambakan kasih suci yang sejati 
Kuyakin bahwa dirimu
Merindukan kasih sayang yang hakiki

Kini kusadari Bahwa semua itu
Adalah salah, juga keliru
Akan membuat hati menjadi ternodai


Dan bila takdirnya kita bersama
Pastilah Allah akan menyatukan kita



Album : optimis sajalah
Munsyid : tashiru
sumber

Selasa, 07 Desember 2010

More About Twitter


Istilah-istilah
Tweet :
Sebutan untuk setiap posting dalam Twitter. Isi tweet  terbatas hingga 140 karakter saja.
Follow:
Akun Twitter yang Anda ikuti update tweet-nya. Untuk mengikuti tweet akun Twitter tertentu cukup klik tombol Follow pada saat Anda membuka halaman akun Twitternya.
Follower:
Akun Twitter yang mengikuti update tweet Anda. Untuk mengetahui siapa-siapa saja yang mengikuti tweet Anda, klik menu Followers yang ada di sebelah kanan atas halaman Twitter Anda.
Reply:
Membalas isi tweet orang lain. Jika ingin membalas isi tweet seseorang, klik tulisan reply dibawah isi tweet maka nama pemilik tweet yang Anda balas tersebut akan muncul di kolom posting Anda.
Mention (@):
Menyebut id twitter seseorang dalam isi posting, sering digunakan untuk me-reply. Untuk mengetahui siapa saja yang telah menyebut id twitter Anda, klik tulisan @idanda yang ada di sebelah kanan
Retweet (RT) :
Mengulang isi tweet orang lain. Fungsi ini sangat berguna untuk menyebarkan isi tweet orang lain yang menurut Anda menarik dan penting tanpa menghilangkan identitas si pemilik tweet. Beberapa orang menggunakan fungsi RT pada aplikasi pihak ketiga untuk membalas tweet, namun hal ini sebenarnya kurang pas.
Hashtag (#) :
Hashtag berfungsi untuk memberi tanda pada topik tertentu agar orang lain dapat dengan mudah mencari topik tersebut.
Trending Topic (TT) :
Topik yang paling banyak dibicarakan para pengguna Twitter secara bersamaan pada satu waktu tertentu.

Microblogging vs Blog

Belakangan ini, dunia internet diramaikan oleh kehadiran microbloggingyang dipelopori Twitter. Lalu pertanyaannya : Apa sih microblogging itu? Apa bedanya dengan blog?
Untuk menjawabnya, mari kita mundur sedikit untuk melihat definisiblog itu sendiri…
Blog atau Web Log adalah salah satu bentuk aplikasi internet yang memuat catatan informasi dengan susunan berdasarkan urutan waktu (kronologis) yang dapat di update secara berkala. Isi dan tema catatan dalam blog bisa apa saja tergantung dari tujuan si pembuat blog, namun kebanyakan blog memuat jurnal pribadi pembuat blog.
Nah , microblogging sendiri bisa disebut bentuk micro atau mini dariblog. Disebut micro karena dalam microblogging anda hanya bisa memuat maksimal 140 karakter, sementara di blog anda bisa memuat sebanyak mungkin karakter yang anda inginkan. Berikut perbedaan keduanya secara umum :

Blog

- karakter tidak terbatas
- lebih detil dalam menjelaskan informasi
- butuh waktu lebih lama untuk menyusun posting
- posting via handphone sedikit merepotkan

Microblogging

- maksimal 140 karakter
- informasi yang diberikan singkat
- lebih cepat dalam melakukan posting
- posting langsung via handphone lebih mudah
- lebih dinamis
Pada perkembangannya, blog dan microblogging kini menjadi bagian dari layanan situs – situs Social Networking seperti Facebook , MySpacedan LinkedIn.




Di dunia internet ada banyak situs penyedia layanan microblogging, namun hanya sedikit yang populer seperti Twitter dan Plurk, bahkan beberapa diantaranya sudah ditutup oleh si pembuat seperti Pownce danEmotionnr. Nah di Indonesia sendiri ada 3 situs microblogging yang paling banyak digunakan, termasuk didalamnya microbloggingIndonesia yaitu Kronologger
sumber