Jumat, 03 Desember 2010

Satu pagi : Aku dan Pasukan Lebah


Suatu pagi,  2008 silam. Sepertinya ingin kembali melarung bersama dalam nuansa penuh keluargaan seperti ini. Saat dimana kami berseragam “pasukan  lebah”. Karena begitulah team ini dinamakan. Sebuah kosakata yang terambil dari maskot rangkaian kegiatan yang kami jalankan ini. SALAM ISC.  Tidak hanya sebuah event penyambutan mahasiswa baru di Institut Pertanian Bogor. Tetapi sebuah ukhuwah yang terikat. Sebelumnya, hampir-hampir kami tidak mengetatahui siapa orang ini atau siapakah dia. Akhi dan Ukhti itu. Siapa Pria dengan tubuh kurus, tinggi, dengan gaya berjalan yang khas, pandangan yang selalu tertunduk, dan wajah terlihat sumringah. Dialah karibku, yang membuat suasana Pasukan lebah ini semakin hangat. Dan tulisan ini adalah salah satu dedikasi untukmu, kawan.

Adalah  event Open House, tradisi di kampus kami. Mempersyaratkan seluruh kelembagaan baik intra dan extra kampus untuk bersinergi. Membuat warna kesejukan dan kehangatan untuk menyambut adik-adik mahasiswa/i baru di kampus hijau ini. Barisan berderet-deret tenda yangg disekat-sekat itu memanjang dalam satu tempat. Taman rektorat, begitu tempat itu biasa dikenal. Menampilkan sekurangnya 60-70 stand—tenda yang bersekat itu seukuran 2x3 m—itu artinya terdiri dari 60-an kelembagaan kemahasiswaan. Mulai dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), sebuah unit untuk mengasah manajerial kepemimpinan dan kegaitan. Unit Kegiatan Kampus (UKM),yang menaungi setidaknya belasan organisasi olahraga prestasi (sepakbola, basket, tenis), beladiri (taekwondo, karate), hingga unit keilmiahan kampus dan pers kampus. Kemudian Himpunan Mahasiwa profesi atau bisa juga dikatakan himpunan mahasiswa jurusan/departemen, menampilkan warna khas dari disiplin ilmu yang dikonsentrasikan. Dan Lembaga Dakwah Kampus Sapaan lainnya adalah “anak masjid”, dan disinilah aku dan sekitar empat puluhan ‘pasukan lebah’ lainnya.

 Stand –stand tersebut tepat berada di depan gedung megah beratap biru, yang dapat menampung tidak kurang dari 3000 orang. Graha Widya Wisuda, adalah nama gedung tersebut. Gedung kebanggaan kami. Tempat pertama, untuk menyambut mahasiswa baru. Dan terakhir, untuk menyematkan ijazah dan tanda keharuan dalam prosesi sidang terbuka : Wisuda. Disini kami bertemu dan berpisah.

 Demikian tersusun apik sebuah event  yang terjadi dua kali dalam satu tahun itu. Dan berjarak tak kurang dari dua bulan. Untuk menyambut wajah baru itu yang terdaftar dalam seleksi masuk jalur PMDK/USMI dan SPMB/SNMPTN. Tidak sedikit  orangtua yang sesegukan melepas putra/i nya dan begitu sebaliknya. Sangat mengharukan mengingat hal itu. Pun demikian aku pernah merasakannya, kali pertama masuk di kampus ini, 2006 silam. Banyak pula yang masih sangat awam dengan kondisi kampus, amat berbeda dengan masa sekolah lalu. Maka, tujuan kami dan belasan organisasi lain, peserta dalam Open House. Adalah membantu mengenalkan dan menginformasikan kampus dan hiruk pikuk yang akan dijalani kelak. Mahasiswa/i baru itu, kami sebut sebagai angkatan 44. Karena usia kampus IPB, 2008 silam menginjak dies natalis ke-44, sejak berdiri mandiri sebagai kampus berbasis pertanian di negeri ini, 1963.

Melalui tulisan lincah nan kaya kosakata berima, Salim A. Fillah, “Saksikan Aku Seorang Muslim”, yang kala itu sedang ku baca. Masih dalam suasana open house. Saat terik berbinar-binar, hampir-hampir melelehkan semangat kami menyambut dengan keceriaan. Saat saat dimana kami harus berjam-jam meananti barisan angkatan 44 tersebut untuk berkeliling dalam carnaval penyambutan. Di perlihatkan kepadanya wajah kampus dengan beraneka. Saat itulah, sekali lagi aku terpukau dengan gagasan dari ikhwan yang satu itu. Mahasiswa statistik, FMIPA, satu angkatan denganku : Ginanjar Febrianto, namanya. Cukup “Gina, sapaanya.

selamat datang kami ucapkan, kepada sahabat empat-empat,  bersama kami membina diri, menjadi muslim sejati, ikat ukhuwah dalam tarbiyah, bersama SALAM ISC...”

Adalah senandung yang kami perdendangkan dengan gaya serampangan kocak nan penuh keceriaan untuk menyambut barisan angkatan 44 yang akan masuk pelataran taman rektorat ini. Dan Ginanjar adalah maskot kebanggaan kami. Semangatnya menyemangati kami ‘pasukan lebah’ dan semoga juga menyemangati peserta stand lain dan adik-adik angkatan 44.
Dalam tulisan salim A. Fillah tersebut : bukankah kita belum saling kenal dan baru kali ini bertatap muka? Tapi hati rasanya sudah akrab, dan lisan tak akan tahan untuk melempar senyum dan beruluk salam.

Begitulah kami menerjemahkan pertemuan di dalam stand tersebut sebagai panggilan dakwah dan keimanan. Ada hal yang harus terbagi, ilmu dan pancaran senyum. Sekali-kali tidak akan mengurangi rasa lelah dan wajah yang memerah atas pancaran mentari saat itu. Sajian ala kadarnya, snack ringan dan air teh es. Seperti kembali mengokohkan keakraban kami dalam  pertemuan sejenak tersebut. Betapa kami merindu hal-hal itu. Seperti digambarkan rasulullah, saat pertemuan Mujahidin dan Anshar. Saat tumpah ruah keimanan dan Akidah melebur : inilah ukhuwah.

Ini bukan hanya sekedar kakak kelas menyampaikan sekelumit informasi kampus ke adik-adiknya. Mereka bertutur tentang kali pertama datang ke Bogor. Kikuk dengan kawan sebelah saat registrasi awal. Tidak sedikit yang menambahkan, biaya yang dibebankan tidak sesuai dengan penghasilan orangtuanya. Kami bertutur tentang suasana kampus yang nyaman bukan muluk dalam perbincangan.  Karena memang kami merasakan demikian. Kami berdialog tentang mendapatkan beasiswa, hidup di asrama, prosedur peminjaman buku, nama jalan di sekitar kampus. dimana mendapatkan makanan murah-meriah, namun tetap bergizi. “Ini strategi, dek. Bukan karena biaya hidup di Bogor tinggi, tapi memang kiriman dari orangtua terkadang harus di sisihkan untuk beragam kegiatan lainnya”. Begitulah kami berseloroh, dijawab anggukan dan senyum simpul mereka. Oh, indahnya ukhuwah ini. Tak cukup waktu di dalam stand untuk berdialog lebih menikuk tajam. Kami menawarkan paket penyambutan lain. Di Masjid kampus, Al Hurriyah. Dalam tabligh akbar dan dialog mahasiswa berprestasi. Ahlan wa sahlan di SALAM ISC : Islamic Student Centre. Demikian spanduk besar membentang di atas stand kami. Stand LDK Masjid Al-hurriyah.
**
Ini soal afiliasi, partisipasi, dan kontribusi. Dalam Tarbiyah yang menyejarah itu. Begitulah bagian yang tepat dalam Saksikan Aku Seorang Muslim-Salim A. Fillah. Tentang pertemuan demi pertemuan yang dilakukan 5-6 bulan sebelumnya untuk menyusun rangkaian penyambutan SALAM ISC. Aku saat itu, ditempatkan  dalam divisi dana usaha. Sebuah amanah besar, karena 50-60 juta rupiah dana yang dibutuhkan merupakan tanggungjawab kami.

Fullus, demikian nama divisi danus itu disebut. Untuk memotivasi kami, sebuah jargon di cetuskan: begitu aba-aba “Fullus...” dijawab dengan “Fullus, kerja tulus, semangat terus, pasti surplus!” haha, ada-ada saja usulan rizka, kordinator akhwat, dimas si bos. Dan bersama 2 ikhwan dan 6 akhwat lainnya. mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Sebenarnya bukan sekedar membiayai rangakain kegiatan SALAM ISC. Tapi membersamai dalam kesuksesan kerja dakwah. Dan yang terpenting, kelak satu saat kerja-kerja yang kami lakukan adalah salah satu bentuk amalan yang akan menjadi saksi di hari akhir. Amin ya Rabb.

Takjub aku, sesaat datang untuk menghadiri syura-syura persiapan kegiatan tersebut. Ada saja di antara kami yang menyodorkan rupiah dalam bilangan ratusan ribu hingga juta. Fazlur yang menyodorkan satu juta rupiah, atas hasil kerjasama dengan salah satu perusahaan asuransi. Kemudian Mesil dalam jumlah yang sama, atas bagi hasil keuntungan berjualan dan atas donasi dari alumni. Inilah ke-MahaKuasaan- Allah, kegiatan yang sedianya membutuhkan enam sampai delapan juta rupiah kami tutupi dalam satu pekan. Subhanallah. Rupanya mereka bekerja dalam diam. Kami berkompetisi : fas tabiqul khairat.

Satu pagi, di hari Ahad. Kami membuat keputusan untuk membuat bazaar ala kadarnya. Di pusat keramaian Bogor di akhir pekan. Lapangan Sempur. Berbekal pakain bekas layak pakai yang kami kumpulkan dari sumbangan kakak kelas dan beberapa ikhwah lainnya sebagai infak.  Es teh, molen arab (yang subhanallah besarnya 2-3 lipat dari molem umumnya), dan tikar sebagai alas. Gelaran di buka lebih awal. Sebelum pukul enam kami sudah hadir. Memang demikian. Pasar kaget ini berlangsung untuk plesiran  di akhir pekan.

“es teh, es teh.. molen, molen...” aku dan oyok, salah satu  ikhwan yang juga panitia SALAM ISC, masih malu-malu harus meng-edar dengan nampan yang diisi dengan enam cup es teh. Kami membandrol dua ribu rupiah untuk molen arab. Dan, 2500 untuk es teh manis. Merupakan menu yang kami pikir tepat untuk sarapan pejalan kaki selepas joging di sekitar pelataran Sempur ini.

Sementara di lapak awal kami. Mei, Fitri, Mesil, dan Tika berjaga. Pakaian laik pakai itu di bandrol Rp 5000 – 25.000. Tidak sedikit tawar menawar beradu. Lantaran barang yang kami bawa, memang terlihat baik. Tidak kusam ataupun lusuh. Inilah strategi kawan. Kami telah menyetrika dan memberi wewangian seadanya. Toh, untung besar saat itu. Alhamdulillah

***
Satu pagi, di awal tahun 2010. Dua tahun selepas kebersamaan dalam kepanitiaan berkah itu, insya Allah.  Kami yang mulai memikirkan tugas akhir mandiri. Kami  yang terlelap, harus terbangun. Tersiar kabar. Ginanjar Febrianto, ikhwan yang masih bertubuh kurus dan wajah yang slalu terlihat sumringah. Karena tidak jarang candaan renyah mengalir begitu saja. Tersiar  Kabar pilu yang membuat hati gulana bukan main. Gina meninggal, karena kecelakaan kendaraan bermotor. Di kawasan Cibinong. Sesaat setelah bertolak pulang dari asrama putra TPB IPB menuju rumahnya di jakarta.

Semalam sebelumnya, aku masih bertemu dengan Gina, di warung Soto khas Surabaya. Masih dengan gaya khas “ ah, ente kemane aje, masa kagak tau kalo ane lebih ganteng dari Nobita. haha” lagi-lagi aku masih ingat senyum itu. Senyum renyah dan bersahabat. Kita pernah berbicang tentang ide membuat film dokumenter kehidupan asrama. Kita pernah bergabung mencipta gubahan lagu-lagu untuk di semarakkan di rangakaian penyambutan 44 itu.

Bahkan di malam terakhir pertemuanku dengannya. Ia masih mengingatkan untuk bertilawah “ jangan kurang dari satu juz, akhi. Atau paling enggak. Lima halaman lah sehari”. Pertemuan di warung soto itu menjadi akhir. Innalillahi wa inna lillahi raji’un.

Muslim sebagaimana Al-Quran menyebutkan. Seharusnya demikianlah sapaan yang disematkan sebagaimana lafadz aslinya. Dan menjadi muslim sejati adalah keharusan. Karena pilihannya hanya dua. Jalan kebaikan atau keburukan. Dan saksikan aku seorang muslim benar-benar menggugah. Setidaknya aku perlahan memahami –sekarang pun masih dan masih terus belajar memahami—nikmat islam, manisnya iman, indahnya ukhuwah, dalam bingkai tarbiyah.

“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah pada Rabbmu dengan hati puas lagi diridhai, maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu dan masuklah kedalam JannahKu..” (QS. Al Fajr : 27-30)
***
Untuk Ginanjar, semoga Allah, membersamaimu kelak di SyurgaNya.
Untuk pasukan lebah lainnya. Kenangan yang indah, keluarga yang hangat, kebersamaan dan perjuangan yang tak lekang untuk dilupakan.


Kisah ini untuk diikutsertakan dalam lomba Kisah Menggugah Pro-U Media di 2010

4 komentar:

  1. Gina, telah menginspirasi kami

    BalasHapus
  2. Paragraf 2, kalimat 10, kegaitan.... Salah, seharusnya "kegiatan"...

    Ahlan wa sahlan di SALAM ISC : Islamic Student Centre -> ini seharusnya dijelaskan di awal2... Di awal, saya bingung, SALAM ISC itu apaan??? Kalo ada kepanjangannya, sebaiknya diawal ditulisnya... Ok?

    Bahasan tentang sahabat yg menggugah,,, alm. Gina-nya kurang dalemmmm.. Seharusnya deskripsinya lbh tajem, shg feel "Kisah Menggugahnya" terasa...

    But over all, oke sih, kata-kata yg diambil cukup pas n baik. Lanjutgan!!! Dan TERUS BERKARYA!!! ^^

    BalasHapus
  3. Ah, ya. Membaca kisah ini saya jadi teringat pasukan bem tpb. pantesan aja namanya pasukan lebah. veterannya itu-itu saja. saya mengenal semua orang yang ant sebutkan....jadi senyum-senyum sendiri....

    tak hanya antum yang kehilangan teman 43. fazlur pernah, dia mempostingnya juga di blog, dikomentari keluarga alm... saya juga kehilangan teman saya, Leni Nurhasanah, yang juga gugur ketika menuntut ilmu...

    begitulah hidup, ada yang datang...pergi...pergi untuk sekejap, dan pergi untuk selamanya.... Dan kecerdasan orang beriman adalah kecerdasan menangkap hikmah di balik semua kisah...

    tulisan yang penuh kesan, terima kasih mau membaginya dengan saya =)

    BalasHapus
  4. aria,,lomba proUmedia sudah ditutup atau belum??
    sejak dulu kepingin ikutan lomba itu tapi belum kesampaian,,

    BalasHapus

terimakasih sudah berkunjung ke ariawiyana.co.cc