Kamis, 02 Desember 2010

Peluang dan Tantangan Lulusan Teknologi Pertanian

Pertanian berkebudayaan industri adalah suatu system terpadu industri biologis yangmerupakan hasil karya, cipta, dan rasa manusia dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya biologi beserta ekosistemnya; berorientasi pada efisiensi, produktivitas, kualitas serta nilai tambah secara berkelanjtuan dan berwawasan lingkungan; melalui penerapan iptek dan manajemen agribisnis secara terpadu dan dikerjakan oleh pelaku pertanian profesional yang memiliki azas kerja industri dan karakteristik social budaya bangsa ber-Pancasila; ditujukan bagi seluruh bangsa Indonesia yang berprinsip pada keadilan dan kesejahteraan.  Demikian salah satu prinsip dari paradigma pertanian baru untuk mengantisipasi era globalisasi dan perdagangan bebas.
Industry pertanian atau lebih lanjut agroindustri merupakan bagian dari core competence seorang lulusan Teknologi Pertanian. Agro industry sebagai penarik pembangunan di sector pertanian diharapkan mampu menciptakan pasar melalui berbagai produk olahannya. Peranan agroindustri itu sendiri bagi bangsa menurut Sumatupang (1990) untuk membenahi masalah pertanian antara lain: (1) menciptakan nilai tambah pertanian (2) menciptakan lapangan pekerjaan (3) meningkatkan penerimaan devisa (4) memperbaiki pendapatan, dan (5) menarik sector pertanian.
 Namun kendala yang seringkali mengahantui pengusaha yang bergerak di bidang pertanian adalah sebagian besar teknologi pertanian yang ada belum mampu menunjang industry terutama yang berskala kecil. Selain dari karakteristik sebagian besar produk pertanian yang mudah rusak dan bulky, bersifat musiman—dipengaruhi iklim, serta masih rendahnya mutu produk pertanian industry yang masih rendah dalam persaingan pasar di dalam maupun luar negeri.

Peluang dan tantangan teknologi pertanian
Sejalan dengan hal tersebut, tuntutan masalah yang semakin kuat terhadap agroindustri  bagi lulusan teknologi pertanian  adalah   isu untuk tidak merusak lingkungan. Sebagai contoh adalah proses pembukaan lahan baru dengan tidak merusaka habibat yang ada sebelumny, seperti dengan pembakaran hutan untuk ditanami sawit misalnya, yang terjadi pertengahan 2009 lalu di Riau dan Kalimantan.
Kebijakan pemerintah yang kini tengah berhemat secara konsisten dengan memangkas subsidi untuk energy (BBM dan listrik)  menuntut industry pertanian untuk mampu melakukan perubahan dan alokasi sumberdaya untuk melakukan alih teknologi yang sejalan dengan trend  tersebut.
Selanjutnya agar bisnis industry pertanian dapat bertahan, maka perubahan teknologi secara fisik maupun manajemen merupakan suatu tuntutan yang semakin menggema. Hal ini terkait pandangan merabaknya isu keadilan juga prakiraan akan besarnya permintaan terhadap teknologi pertanian. Alih-alih, investasi terhadap teknologi pertanian masih sangat menjanjikan mengingat masih belum sepenuhnya invensi tersebut yang memenuhi permintaan dunia industry pertanian. Seperti teknologi yang di hasilkan masih parsial, kurang aplikatif, dan/atau teknologi tersebut belum teruji dalam skala yang memadai.
Hal tersebut merupakan tantangan bagi agroindustriawan maupun lulusan teknologi pertanian agar bijak memahami realita yang ada. Melihat hal tersebut, masih ada banyak peluang yang terkait dengan usaha untuk mengembangkan teknologi pertanian. Hal ini sejalan dengan visi beberapa perguruan tinggi  yang memiliki fakultas/program studi (prodi) teknologi pertanian dalam melaksanakan tri-dharma perguruan tinggi.
Sedikitnya ada lima sasaran/focus perhatian perguruan tinggi untuk meingkatkan performa dan kompetensi lulusan teknologi pertanian yang prospektif di masa depan, dalam memahami visi Indonesia 2030 diantaranya: (1) teknologi pembenihan, rendahnya produktivitas industry pertanian Indonesia berpangkal dari ketertinggalan bangsa di bidang ini (2) teknologi tata guna air (hidroteknik), beberapa tanaman potensial Indonesia, seperti  Padi, tebu, bawang, jagung masih belum mendapatkan manajemen yang baik dalam hal ini, sehingga produktivitas pertanian masih rendah dan fluktuatif (3) teknologi produk bio, tuntutan untuk mengembangkan proses produksi dan produk yang sehat, alami, dan bersahabat dengan lingkungan merupakan isu penting pada kurun 5-10 tahun mendatang (4) bidang industry hilir, masih banyak  produk Indonesia di dominasi produk primer, seperti sawit Indonesia misalnya, yang masih di ekspor dalam bantuk CPO—meskipun juara dalam hal ini, namun produk turunan yang memiliki nilai tambah (added value) tinggi masih belum banyak di usahakan  (5) teknologi informatika dan pemasaran, hal ini terkait dengan dinamika dalam persaingan global yang menginginkan akses cepat, efisiensi yang tinggi dengan tingkat risiko yang rendah


*) Dikirmkan dalam essay Competition BEM Fateta Desember 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih sudah berkunjung ke ariawiyana.co.cc