Minggu, 21 November 2010

Tantangan kini adalah sikap apatis!

Sebuah babak baru dari dinamika kampus kembali bergulir. Setelah dua tiga bulan lamanya disuguhkan dalam peran politik pencitraan untuk sebuah nama. Begitu kami mengenalnya sebagai PEMIRA, adalah kosakata untuk babak babak baru tersebut. Saat era baru dan perubahan ramai-ramai di gaungkan ditambah dengan riuhnya jargon dan genderang yang ditabuh. Inilah bung, saat dimana kebijakan menjadi sedemikian penting untuk disuarakan.

Ah, lagi-lagi aku dihadapkan pada situasi yang sama. Tentang nama, nomor dan pamflet-pamflet yang disebarkan. Begitulah kata seorang sahabat berseloroh. Tentang kemajemukan menjadi tema yang memukau. Tentang "warna" yang harus ditorehkan. Juga tentang catatan evaluasi dan prestasi yang membahana. Ah, lagi-lagi aku lelah dengan fase ini. Begitu kawan lain berceloteh. Ada atau tidak dari fase ini seperti tidak banyak berarti. Kemenangan apa yang mereka mau? bagiku sama saja. Lagi-lagi seorang kawan yang lain merasa risih dengan dinamika ini.

Sahabatku sekalian sebelum menuliskan hal ini. Aku dengar dari seorang kawan. "Tantangan kita dalam periode PEMIRA ini adalah sikap apatis. Ini bukan soal kalah-menang, tetapi bagaimana kita bisa menghargai    sebuah usaha". Dalam sebuah episode lain, seorang guru mengajarkan tentang 'berpikir sistem'. Sebuah algoritma sederhana untuk logis- taktis. Jika A maka B, jika bukan A maka C. Seperti itulah kawan pemaknaan akan sistem. Jika lapar maka aku makan. Jika makan maka aku kenyang. Jika lapar dan makan, aku kenyang. Aku sebenarnya tak pandai soal hal ini. tetapi itulah kurang lebih yang pernah diajarkan guruku.
kemudian aku berpikir sejenak bahwa babak dalam PEMIRA tahun ini adalah sikap untuk kembali berpikir sistem.


Walaupun ada anekdot: aturan dibuat untuk dilanggar. Atau guyonan yang lain: "tau gak kenapa jadwal KA  dibuat dan dipasang besar-besar di stasiun. supaya kita tau kalo KA itu telat satu atau dua jam lamanya". Itulah kenapa sistem itu dibuat, berusaha disosialisasikan untuk diaplikasikan. Begitulah sebuah paradigma "perubahan" itu digaungkan bukan seperti negeri diatas awan yang tak tergapai. Tetapi membumi untuk dipijak, tempat kami bersama merasakan.

kampusku kini tengah berada disimpang jalan. Seperti fenomena yang sudah-sudah. Aku kembali memanggil jiwaku yang rapuh akan dibawa kemana hembusan angin perubahan ini. Retorika tak bertepi atau Skeptis yang berlebihan. Aku hanya bisa berujar: setidaknya aku menjadi salah satu bagian dari transformasi ini. Tidak boleh berdiri menunggu tetapi berlari mengejar untuk mencetak gol, begitulah filosofi yang diajarkan sepakbola.

Aku berbisik pada awan yang terus berarak siang tadi. Tentang angin yang berhembus. Tentang matahari yang menyala-nyala. Tahukah kawan apa yang kubisikkan? aku hanya berseloroh, tidak ada yang baru di kolong langit yang sama. Tetapi tidak ada yang sama di dalam catatan sejarah. dan kukatakan pada awan : Akulah bagian dari catatan sejarah itu


PS : mari bersama sukseskan PEMIRA IPB tahun ini ya...^^

1 komentar:

  1. kok rada gak nyambung sama judulnya. hehe. yang penting tulisan sendiri.

    BalasHapus

terimakasih sudah berkunjung ke ariawiyana.co.cc