Selasa, 30 November 2010

Aku Orang Indonesia

Aku Orang Indonesia : tidak kurang tidak lebih
Untuk negeriku Indonesia, 17 Agustus 2010 :

Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri.
Gara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa-tekankan.
Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami.
Sejak lahir sampai dewasa ini.
Jadi sangat tepergantung pada budaya.
Meminjam uang ke mancanegara.
Sudah satu keturunan jangka waktunya.
Hutang selalu dibayar dengan hutang baru pula.
Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni.
Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi.
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini.
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi.
Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia.
Kita gadaikan sikap bersahaja kita.
Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta.
Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka.
Harta kita mahal tak terkira, harga diri kita.
Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia.
Menekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersama.
Kepada Amerika, Jepang, Eropa dan Australia.
Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi.
Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri.
Sambil kepala kita dimakan begini.
Kita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti.
Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi.
Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni.
Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama.
Menggigit dan mengunyah teratur berirama.

Sedih, sedih, tak terasa jadi bangsa merdeka lagi.
Dicengkeram kuku negara multi-kolonialis ini.
Bagai ikan kekurangan air dan zat asam.
Beratus juta kita menggelepar menggelinjang.
Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutang.
Kita menjebakkan diri ke dalam krangkeng budaya.
Meminjam kepeng ke mancanegara.
Dari membuat peniti dua senti.
Sampai membangun kilang gas bumi.
Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi.
Kalian memberi contoh hidup boros berasas gengsi.
Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri.
Gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistis.
Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis.
Ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa.
Tertancap dalam berbekas, selepas tiga dasawarsa.
Jadilah kami generasi sangat kurang rasa percaya.
Pada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alami.
Kalian lah yang membuat kami jadi begini.
Sepatutnya kalian kami giring ke lapangan sepi.
Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini.

Merdeka! /
Belum /

Taufik Ismail (1998)

Top of Form
Bottom of Form


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih sudah berkunjung ke ariawiyana.co.cc