Kamis, 07 Oktober 2010

Surat untukmu nak dari calon ayahmu

Assalamualaikum
Untuk anak ku calon pemimpin besar nanti. Surat ini sengaja ayah titipkan dalam lembaran yang entah kapan engkau akan mengetahuinya. Surat ini sebenarnya kegundahan hati ayahmu ini. Atas peristiwa demi perisitiwa yang –aku yakin—akan berakhir dan tidak aka nada lagi di saat mu nanti, nak.
Untuk anakku yang kucintai karena Allah. Ayahmu ini akan bercerita tentang berita tadi pagi. Tentang potret keluarga yang didera kemiskinan sangat. Seorang ibu dengan dua bocah kecil yang tampak  kumal harus bersaing dengan lalat-lalat untuk mengais sebagian rezeki. Iya, mengais nasi yang baru saja ditinggal buruh garmen di depan gang rumhnya. Mengais sisa sayur, tempe, dan duri ikan  yang tak habis di makan oleh buruh itu. Dua bocah itu tampak asyik memungut satu persatu memperhatikan dan mengambil yang masih bisa dimakan dari bungkusan coklat bekal para pekerja itu. Sang ibu pun tak mau kalah, satu bungkus coklat penuh sudah terisi dengan sisa lauk dan nasi sisa itu. Oh memprihatinkan sekali,nak. Dan aku tak ingin engkau demikian
Berita itu sontak membungkam kata-kata ayahmu ini. Atas potongan berita yang tak membahagiakan diantara kekayaan alam bangsa ini yang mengagumkan. Terus terang ayahmu ini malu dengan tanggung jawab atas sebagai lulusan pertanian di kampus pertanian ternama. Nak, ayah ingin berwasiat kepadamu. Meskipun aku belum tahu siapa calon ibumu. Karena tulisan ini masih jauh dari pengetahuan ku atas pernikahan dengan ibumu dan kelahiran dirimu didunia ini.
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan nama Allah, izinkan aku untuk menyampaikan hal yang ingin sekali kuungkap pada generasi sesudah ku ini. Ayah ingin kelahiranmu didunia ini sebagai bagian atas solusi kelak. Menjadi bagian dari harapan banyak orang. Aku ingin engkau menjadi teladan dan ahli manfaat.
Melalui surat yang kutulis jauuh sebelum kelahiranmu ini. Aku ingin berbagi kisah denganmu. Kisah ini sangat inspiratif untuk menjadi ahli manfaat atas kehadiranmu. Nak, dalam alquran disebutkan seorang ayah bernama lukman yang Allah abadikan kisah ini menjadi teladan para Ayah di dunia. Untuk selalu berwasiat takwa kepada anaknya. Karena tiada yang lebih beruntung didunia ini selain orang bertakwa. Inilah pesan pertama dari calon ayahmu ini. Nak, ketakwaan itu seperti pakaian yang indah bertabur dengan manik manic yang tersusun rapih berwarna sangat menggilap. Namun, pakaian itu harus kau rawat karena bisa jadi debu-debu dosa mengotori satu persatu kancing, manic-manik dan helaian benang di pakaian tersebut.  Perawatan dari debu itu adalah sholat. Sebagaimana kanjeng Nabi bersabda:
Jadikan sholat dan sabar sebagai penolong bagimu (Al-Hadist)
Nak, wasiat selanjutnya yang ingin aku katakan kepadamu adalah senantiasalah berbuat baik. Karena kebaikan sekecil apapun akan sangat berarti. Dan perbuatan baik yang ayahmu maksudkan adalah memberi. Tidak perlu kaya raya dahulu untuk berderma, tidak perlu jadi ‘alim dahulu untuk berbagi ilmu. Senantiasalah memberi apapun yang kau miliki. Meskipun seutas senyum simpul itu sangat berarti bagi seorang ibu-ibu penjaja makanan di stasiun. Seperti yang ayah temui pagi ini. Seketika luntur kepenatan yang melanda, luluh kegundahan yang menyapa. Nak, gemarlah berbagi. Kelak kau akan merasakan betapa menyenanhkan dan menentramkan dari gemar berbagi tersebut.
Ketiga, aku ingin katakana padamu. Bahwa hidup ini begitu sederhana sebenarnya seperti musafir yang berkelana diantara gersangnya padang pasir. Diujung jalan tampak fatamorgana. Air kehidupan pikirnya. Semakin jauh menapak. Fatamorgana itu perlahan menghilang yang ada hanya kepulan debu pasir yang tersapu angin. Terik memangperjalanan itu. Tapi diujung bukit, yang kau lihat adalah oase. Istirahatlah disana sejenak. Mengatur nafas, mengembalikan ritme metabolisme, melepas kafiyeh yang menutup wajahmu, mersihkan wajahmu. Berwudhulah dengan mata air yang tak kunjung habis atas matahari yang membakar.
Nak, perjalanan panjang diatas jalan pepasir gurun itu adalah roda kehidupan. Saat ini, orangtuamu tengah mengalami kepayahan terik. Banyak yang tergoda atas fatamorgana. Menggadaikan idealisme. Sebagian lain mengunci mati harapan dan mati diatas ronrongan ego. Namun ada juga yang terus melanjutkan perjalanan dengan penuh harap, semangat, dan idealisme. Dan aku katakana kepadamu anakku. jadilah pilihan golongan ketiga. Mantapkan niat terbesarmu karena Allah dimanapun kapanpun.
Jadilah insiyur yang bermartabat, jadilah guru yang bermartabat, jadialah dokter yang bermartabat. Jadilah pengusaha yang bermartabat. Jadilah—apapun pekerjan mu nanti—bermartabat. Kelak kau akan merasakan nikmatnya oase itu. Peluh yang kau rasa akan terbayar tunai degan air yang menyejukkan. Tidak hanya untuk dirimu seorang. Ajaklah yang lainnya. Ajakalah keluargamu, kerabatmu, ajakalah orang-orang yang dengan tulus mengikuti jejak langkahmu.

Dengan penuh cinta. Kutuliskan surat ini diatas lembaran-lembaran yang aku pun tak tahu kapankah akan aku mendapati sorang bayi mungil yang akan meneruskan perjuangan ini. Menjadi ahli manfaat. Menjadi ahli ibadah. Dan menjadi pemimpinlah engkau. Insya Allah

bogor,6 Oktober 2010
Tulus dari hati
Calon ayahmu

4 komentar:

terimakasih sudah berkunjung ke ariawiyana.co.cc