Awalnya saya mengira ini akan sama saja dengan tema yang ditawarkan dari karya sebelumnya. Dengan Judul yang mirip dan lagi-lagi soal cinta. Ternyata tidak juga. Ketika membuka halawan awal, saya langusng disuguhkan dengan prolog yang kuat. Dua karya sebelumnya kembali digambarkan dengan gamblangnya. Mengajak pembaca yang telah tergila-gila dengan cinta semakin setia menantikan karya berikut dan berikutnya. Benar saja. Sosok yang ditampilkan memang berbeda. Bukan sekedar romatika picisan. Dan sepertinya saya pun telah jatuh cinta.
Adalah kang abik, begitu sapaan akrabnya. Dua Karya besarnya sebelumnya telah selesai saya baca: Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Berasbih 1&2. Pun, film yang disadur dari novel tersebut telah saya nikmati. Maka tidak salah, jika genre novel pembangun jiwa melekat dalam karyanya. Kembali dalam prolog yang disampaikan dalam karya yang baru saja saya nikmati watak, alur, dan romantika yang dijalinnya. Bumi cinta, benar-benar berbeda. Sosok Ayyas berbeda dengan Fahri berbeda juga dengan Azzam. Setting tempat pun berbeda, tidak lagi mesir dan timur tengah. Tetapi Rusia dan Eropa. Begitu yang disampaikan oleh seorang adikarya yang dimiliki bangsa ini.
Rupanya kang abik benar-benar mengelola novelnya sebagai wajihah atau sarana dakwah islamiyah. Akan saya kutip tulisan dalam catatan awalnya :
“Selama ini, novel-novel yang saya tulis, sesunggunya merupakan hasil tadabbur saya terhadap ayat-ayat suci Allah dalam Al Quraanul Kariim.
Sehingga Al-Quran bisa benar-benar hidup dan, menjadi pedoman hidup yang bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ya, benar saya ingin menjadikan tokoh utama dalam novel-novel saya sebagai ‘Al-Quran berjalan’ ataun ‘ Al-Quran hidup “.
Subhanallah, saya baru tahu bahwa Al Quran sebagai mujizat terbesar dari Rasul pilihan menjadi nafas dari sang ustadz melalui kata-kata yang terangkai menjadi penyejuk, semangat, dan inspirasi dalam setiap karyanya.
Fahri terlahir dari tadabur surat Az-zukhruf [43] : 67 “teman-teman akrab (yang berkasih-kasihan) pada hari itu sebagiaanya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”
demikian dengan Azzam juga merupakan tadabur atas firman Allah dalam QS. At taubah [9] : 105 “ ..dan katakanlah, ‘bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu”
Seolah tokoh tersebut hidup dan hadir ditengah-tengah kita. Meskipun kerinduan ini belum terjawab. Masih adakah tokoh fahri, azzam, atau Ayyas itu hadir dalam ruang hidup kita? Sosok penghafal quran, ahli hadist, Fikih, Ibadah, Cerdik cendikia, Sederhana, Indah perangainya, Menjaga Kehomatan, dan Rupawan. Sedemikian rupa tokoh-tokoh Cinta itu lahir untuk mengisi ruang Rindu kita. Pada sosok Agung, Kekasih Allah swt.
Tentu saya tidak akan menyandingkan Rasul dengan Fahri. Tetapi keteladanan itu bisa didapatkan dari siapa saja. Fahri tetaplah fahri. Cintanya menjadikan Maria yang tergila-gila, meskipun akidah mereka (pada awalnya) berbeda. Dan meskipun banyak juga yang kecewa terutama—afwan—dari akhwat yang saya tanya pendapatnya tentang ending dari Ayat-ayat Cinta. Kenapa sih harus ada poligami (?). Meskipun sosok Aisha disana dituliskan sudah ikhlas bahkan meminta fahri untuk menikahi (juga) Maria.
Lain fahri lain Azzam. Serupa tapi tak sama. Dengan Setting timur tengah, lulusan ternama universitas di Mesir. Dengan lika-liku kehidupan. Jatuh Cinta dan Menikah. Tentu tidak sesederhana itu. Tokoh Fahri dihadapkan dengan benturan budaya Mesir dalam menghadapi tuntutan hukum atas fitnah yang menimpa dirinya. Disaat kebahagiaannya telah memper-istri Aisha yang tak dinyana adalah seorang wanita kaya raya. Sementara tokoh Azzam yang harus mengambil tanggunjawab, menggantikan ayahnya yang telah wafat menjadikannya memilih bekerja sambil kuliah di Al-Azhar agar tidak putus di tengah jalan. Dan untuk membiayai adik-adiknya di tanah air. Meskipun harus dibayar mahal dengan usia kuliahnya yang lebih lama.
Demikan cinta seharusnya bertasbih dengan pengorbanan, kerja keras, mengelola tantangan menjadi peluang
Fahri dan Azzam adalah bentuk cinta terhadap Allah atas fitrahnya sebagai manusia. Cinta yang berlandaskan Iman dan takwa. Semangat hidup yang menyala-nyala untuk meneladani Rasulullah saw. Demikian kang abik bercerita mengupas novel yang telah sukses terlebih dahulu. Bahkan sukes juga di film layar lebar.
Cinta Ayyas
Dan kemudian Ayyas merupakan pemikran mendalam atas QS. Al Anfal [8] : 45-47
“Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya' kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan”
Tokoh ayyas yang digambarkan dalam novel Bumi cinta merupakan sosok yang tidak mengharapkan pujian dan mengudang rasa kasihan. Benar saja kang abik bersuara. Tidak ada kejadian didalam novel setebal 546 halaman yang menelikung tiba-tiba. Alur nya tertata dalam konflik yang terjaga. Seperti yang saya tulis di awal. Cinta Ayyas berbeda. Lagi-lagi serupa tapi tak sama.
Sama seperti fahri dan Azzam. Ayyas pun lulusan pesantren yang mendapatkan beasiswa hingga dapat terbang mengenyam pendidikan di timur tengah. Kefasihan dalam berbahasa Arab membuatnya diterima di universitas Medinah, Arab saudi. Tetapi latar medinah sama sekali tidak hadir. Dan inilah yang membuat saya berdecak kagum. Jikalau kang abik piawai dalam bercerita mesir dan timur tengah. Itu karena sang ustad pernah merasakan kehidupan disana. Sebagai lulusan Al-Azhar kairo, Mesir. Tetapi Ayyas di tampilkan di kota Moskwa, Rusia. Dengan suhu esktrem yang mencapi minus tiga puluh derajat di puncak musim dinginnya. Sampai-sampai bagian tubuh yang tidak tertutupi pakaian khusus musim dingin dapat membeku, akibatnya fatal. ‘Amputasi atau kau akan kehilangan seluruh tubuhmu’. Terang saja saya bergidik membayangkannya. Lho wong, menerabas gunung Gede-Pangrango saja yang suhu udaranya mungkin sepuluh sampai lima belas derajat. Sudah menggigil dibuatnya.
Ayyas datang ke moskwa, ibukota rusia menjadi visiting fellow dalam rangka menyelesaikan tesis magisternya: Sejarah Islam modern di masa Stalin dan Lenin. Konflik batin langsung terjalin di bab-bab awal dimana Ayyas harus mati-matian membela keimanannya di negeri yang paling merdeka dalalm urusan syahwat. Bahkan budaya free sex merupakan bagian dari keseharian muda-mudi Moskwa dan Rusia. Empat tokoh utama yang ditampilkan menjadi bersanding peran dengan Ayyas memiliki porsi tersendiri dan menarik hingga akhir cerita. Devid, Yelena, Linor, dan Dr. Anastasia Palazzo
Bagi yang sudah membacanya. Mungkin punya pertanyaan yang sama seperti saya. Bagaimana ending tokoh Dr. Anastasia. Dosen pembimbing sekaligus rekan diskusi sekaligus menyimpan perasaan cinta terhadap Ayyas. Diawal saya mengira Dr. Anastasia-lah yang kelak akan menjadi pilihan hati Ayyas yang masih lajang untuk dijadikan istri-nya. Ternyata Linor, meskipun di akhirnya hal tersebut tidak benar-benar terjalin seperti Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih. Dan—Ah—lagi-lagi saya terkagum dengan tokoh yang satu ini.
Dabro pozhalovath v Moskve; kak Dela; Dabro dent; spasiba balshoi; Zhelayu uspekha! Tak perlu kamus Rusia untuk mencari arti kata-kata tersebut. Catatan kaki yang ditulis di halaman bawah kata-kata tersebut berarti : Selamat datang di Moskwa; Apa kabar; selamat siang; terimakasih banyak; semoga sukses. Masih banyak istilah umum lainnya seperti stolovaya untuk kantin atau tempat makan. Palto untuk mantel musim dingin yang sangat tebal. Dan Ukha merupakan sup ikan kegemaran orang Rusia.
Inilah ciri khas yang di bawa Habiburahman El Shirazy. Di Novel Ayat-ayat Cinta pun demikian lebih dari selusin istilah umum untuk percakapan sehari-hari timur tengah dituliskan lengkap dengan catatan kaki terjemah di setiap halamannya. Paling tidak kita diajak untuk ber lingua franca seperti tokoh dan latar yang dihadirkan.
Dan seolah kita juga ikut terbawa kedinginan seperti tokoh yelena yang hampir-hampir mati karena salju ekstrem setelah mendapat perlakuan kekerasan oleh mafia dan dibuang begitu saja di luar. Jangan salah, penggambaran kedinginan disini bukan ditunjukkan dengan kalimat ‘suhu menunjukkan kira-kira sepuluh atau lima belas derajat dibawah nol celcius’ tetapi
‘daun telinga kanannya tidak dapat diselematkan. Daun telinganya sudah menjadi es ketika dia kaubawa kemari. Hidungnya hampir mengalami hal yang sama. Kata dokter tatania, terlambat tiga menit saja mengangkat Yelena dari dinginnya Salju. Yelena akan kehilangan daun telinga, hidung, dan jari-jari tangannya, bahkan bisa lengannya. Kalau terlambat lima menit ya nyawanya sudah hilang karena lehernya membeku, pernafasannya putus, jantungnya berhenti berdetak’ (hlm. 190)
Darimana saya dapat menilai alur konflik yang terjaga? Subjektif memang. Tetapi lebih baik dari tokoh fahri yang tiba-tiba mendapat fitnah yang mengantarnya ke bui. Padahal sejenak lalu, puncak kebahagian bersanding menemaninya. Tetapi Ayyas tidak demikian. Sedari awal masuk kota Moskwa sudah dihadang konflik bertemu dengan devid yang mengaku—maaf—sudah tak percaya adanya Tuhan. Linor dan Yelena satu apartemen dengan Ayyas tak ubahnya seperti Zulaikha dalam Kisah Nabi Yusuf As. Hanya iman kepada Allah sang penggenggam jiwa setiap makhluk yang menyelamatkan Yusuf dan (juga) Ayyas.
Tetapi yang menakjubkan menurut saya. Adalah ketika Linor diketahui merupakan salah satu agen Mossad yang tak lain adalah zionis yahudi dengan segala daya upaya menyusun serangkaian konspirasi jahat dunia dengan dalih merupakan ‘kewajiban’ ajaran yang dibawa untuk mengangkat anak Yehwa (sebutan bagi keturunan yahudi) berjaya di atas muka bumi ini. Konspirasi yang dibangun dalam novel ini adalah Aksi pemboman di pusat kota moskwa dan menuduh dikerjakan oleh gerakan ekstremis Islam. Dalam hal ini Ayyas, sebagai tokoh Islam utama direncanakan merupakan pelaku teroris tersebut. Tetapi Allah berkehendak lain, alibi seterang matahari dimiliki Ayyas—pada saat yang sama. Ayyas dan Dr. Anastasia live di stasiun televisi.
Setelah Linor terbang ke kiev (Ukraina) untuk menemui sang ibu. Sekaligus ‘cuci tangan’ atas konspirasi yang telah di kerjakan dengan rekan yahudi lainnya. Yang ternyata gagal tersebut. Linor menemukan jati diri yang sebenarnya. Sang ibu meminta Linor untuk menonton film dokumentasi tentang kebiadaban tentara Israel meluluhlantahkan kamp Palestina di Libanon. Gadis kecil yang selamat itu ternyata adalah Linor itu sendiri. hampir-hampir tidak percaya. Seorang agen mossad seperti Linor adalah seorang palestina. Ah bisa saja kang abik membuat tokoh seperti Linor yang akhirnya berganti nama menjadi Sofia Ezzudin, sama seperti pemberian ibu kandungnya. Hingga akhirnya Linor atau sofia menjadi muslimah.
Bicara soal alur cerita memang mengasikan. Tetapi lebih dari itu ada ilmu baru yang baru saya ketahui dari membaca novel tersebut. Tentang Atheisme yang terbagi menjadi Atheime materialisme, atheisme psikologi, atheisme marxisme, atheisme eksistensialisme, dan atheisme neo positivisme. Intinya sama saja, merupakan pemikiran yang menihilkan adanya Tuhan. Penjabaran jenis atheisme tersebut adalah dialog sarapan antara ayyas, linor, dan yelena. Ringan tapi tetap berbobot. (hlm. 329-339)
Bukti Mujizat Al Quran sebagai wahyu Allah yang diturunkan untuk sekalian manusia pun tak luput dan digambarkan apik melalui kisah Dr. Gary Miller, Dr. Murice Bucaille, dan Dr. Keith Moore. Ilmuwan dunia yang akhirnya masuk Islam dengan menyakini kebenaran ilmiah Al- Quran yang baru diketahui melalui ilmu pengetahuan modern sekitar abad ke-19. Padahal Al-quran sudah ada lima belas abad yang lalu. Kisah apik ini tak lain diceritakan ayyas dalam dialog live di stasiun televisi yang di saksikan seluruh rakyat Rusia. (hlm. 432-442).
Kemudian fakta lain yang turut ditulis adalah kota Moskwa yang masih menyimpan 1001 kisah sejarah dengan bangunan tua yang masih kokoh berdiri tak lekang oleh waktu. Tentang asal kata moskwa, legenda istana bersejarah ‘kremlin’ dengan lapangan merahnya yang sangat terkenal mulai dibangun pada abad ke-12 (hlm. 511-514).
Auto kritik pun tak luput dari perhatian kang abik melalui monolog ayyas seperti berikut ini: ‘Lain rusia lain indonesia. Jika anak indonesia sekarang ini ingin melihat seperti apa kira-kira bentuk istana kesultanan Demak yang legendaris itu, maka keinginannya itu hanya akan menjadi keinginan yang tidak akan tertunaikan. Jangakan melihat bentuk istanya, bahkan bekas pondasi istana nya pun tidak ditemukan’
Demikian rumusan kegunaan Sejarah sebagai edukatif, instruktif, inspiratif, dan rekreatif melalui sastra yang indah membuat kita teragum dan takjub dibuatnya. Namun sayang, saya masih kesulitan untuk membuat peta di kepala saya. Tentang kota moskwa. Selain karena namanya sedikit asing. Penulis tidak membuatkan peta kecil di awal novel ini sebagai penggambaran awal pembaca untuk membantu memproyeksikan latar cerita.
ciamis, 2 Syawal 1431 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih sudah berkunjung ke ariawiyana.co.cc