Sabtu, 08 Oktober 2011

#2 GA 88 : Soetta – Schippol

Ini adalah pengalaman pertama saya dan juga mayoritas dari kami, peserta pelatihan Intermediator Teknologi (#Intertek2011) Kementrian Riset dan Teknologi (RISTEK). Berkunjung kesalah satu negera maju di dunia tertutama dalam aplikasi inovasi-teknologi dalam Industri, Jerman. Jika 5 Oktober 2011 adalah tanggal paling bersejarah. Maka GA88 adalah pesawat yang paling bersejarah bagi 30 peserta dan 5 pendamping terbang dari Jakarta ke Amsterdam. Entah kenapa tidak langsung saja menuju Berlin, tetapi harus melalui Amsterdam. Kemungkinan maskapai Garuda tidak ada yang langsung ke Berlin. Tapi ga tau juga ding. Baiklah aku akan bercerita tentang perjalanan 18  Jam maraton dari Soekarno – Hatta, jakarta menuju Schippol, Amsterdam.
Kami tiba di bandara soetta terminal 2, Rabu 5 Oktober 2011 pukul 17.20 Wib. kemudian berbaris-baris berjejalan dengan kopor-kopor bawaan menuju gate E3 melewati pemeriksaan awal X ray, berjalan menuju petugas untuk diberikan tali pengikat tas yang akan dibagasikan. Berjalan menuju loket maskapai Garuda Indonesia menunjukan copian e-Ticket dan paspor, sementara kopor ditimbang untuk dibagasikan. Setelah membayar Airport Tax untuk perjalanan ke luar negeri Rp 150,000. Diberikan  kartu isian keberangkatan (nama, , tempat-tgl lahir, no paspor, tempat dan tangal pengeluar paspor)  dan boarding pass (urutan kursi di pesawat) serta bukti pengambilan bagasi. J
Setelah makan malam, hoka bento. Saya  menuju bagian imigrasi untuk mendapatkan stempel keberangkatan dan sholat maghrib-isya (jamak), sebelum solat saya ditelpon tante sruni yang sudah datang di gate E3 dekat loket Garuda. Membawa plastik besar yang berisi makanan kecil sebagai bekal. Pukul 19.20 kami harus bergegas untuk masuk ke lounge. Sebelumnya tetap dilakukan pemeriksaan x ray terhadap barang-barang yang dibawa ke kabin. Termasuk tas saya tak luput dan pemeriksaan itu. Dan alhasil, terjadi insiden kecil yang tak boleh diulang lagi. Pisau lipat ala swiss army yang saya taruh dibalik kain didalam saku tas kecil di dalam tas ransel masih saja terdeteksi. Terdapat dua opsi saat itu, di buang (baca : disita) atau dibagasikan. Opsi kedua yang dimaksud adalah memasukkan tas jinjing kedalam bagasi untuk ‘menyelamatkan’ pisau lipat itu. Itu artinya saya harus berlari ke pintu depan melewati pintu  bagian imigrasi dan ke loket penimbangan untuk dibagasikan. Demikian petugas jaga memnberi alternatif. Satu menit pertama saya berpikir. Kemudian setengah berlari menuju ke pintu depan tersebut. Tetapi dua menit kedua berikutnya.
“Buat apa saya berlari-bersusay payah-hanya karena pisau lipat itu. Huh.. buang aja. Alias hibahkan.”
Kemudian putar arah dan masuk ke pos penjagaan x-ray itu. Saya kira langsung saja bebas melenggang tanpa perlu memasukkan tas dan bawaan ke ban berjalan x ray itu. Ternyata diulang lagi. Kemudian tas di ambil setelah lewat ban berjalan dan pisau tersebut saya berikan saja ke petugas jaga.
anggap saja souvenir dari saya.heu”
Maju. Jalan. Masuk lounge gate E6. Menunjukkan paspor dan boarding pas ke petugas pintu masuk. Mencari tempat duduk. Dan menghalau nafas tadi. Huhu. Hampir saja. Jam menunjuk pukul 20.10 , masih ada waktu sekitar 20 menit untuk ‘Say Goodbye Indonesia’
 (to be continued)

*baru kali pertama gw ngopi dan ngenet di starbuck dan ini di Berlin :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih sudah berkunjung ke ariawiyana.co.cc